Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP Bantah UU KUHP Baru Bertentangan dengan Demokrasi

Kompas.com - 16/12/2022, 09:00 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Mufti Makarim mengatakan, secara politik, pembentukan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan menjadi Undang-undang (UU) KUHP sudah melalui proses yang panjang.

Sehingga, produk hukum terbaru ini pun merupakan hasil dari aspirasi publik yang sesuai dengan konteks Indonesia saat ini.

"Dengan begitu, proses pembentukan dan penyesuaian pasal-pasal di KUHP yang baru selalu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dan kemanusiaan," ujar Mufti dilansir dari siaran pers KSP, Jumat (16/12/2022).

“Jadi tuduhan bahwa UU ini membahayakan demokrasi dan keselamatan masyarakat tidak tepat," tegasnya.

Baca juga: Pemerintah Tegaskan Tak Ada Pasal Pidana LGBT di KUHP Baru

Menurutnya, justru di masa berlakunya UU yang ada sebelum adanya KUHP baru lebih berpotensi bertentangan dengan demokrasi dan keselamatan masyarakat.

Mufti menjelaskan, di masa Orde Lama dan Orde Baru, KUHP telah banyak digunakan sebagai alat represi.

"Karena itu, pengesahan KUHP yang baru merupakan babak baru bagi Indonesia yang menandai lahirnya kodifikasi hukum pidana yang aktual,” tuturnya.

Meski begitu Mufti mengakui bahwa setelah KUHP baru disahkan pada 6 Desember itu menghadapi banyak pro dan kontra di dalam dan luar negeri terkait beberapa pasal dalam KUHP.

Baca juga: Mahasiswa Demo di DPR, Tolak KUHP dan Kenang 1.000 Hari Korban Tewas #ReformasiDiKorupsi

Namun demikian, Mufti memastikan bahwa pemerintah memiliki penjelasan atas pasal-pasal yang sudah ditetapkan.

Sebab isu-isu krusial yang menjadi perhatian publik pun sudah diakomodasi selama pembahasan bersama DPR.

“Ada berbagai elemen masyarakat dan aspirasi yang telah disampaikan. Tentu proses penetapan berbagai aspirasi tersebut dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan ruang lingkup yang diatur dalam KUHP," kata Mufti.

"Sehingga tidak relevan mengaitkan narasi pasal-pasal KUHP dan akomodasi ruang lingkup pembahasannya dengan isu politik yang konspiratif,” ungkapnya.

Tak hanya itu, Mufti mengatakan bahwa proses pembentukan KUHP selama ini turut melibatkan kalangan akademisi yang kredibel. Baik secara keilmuan maupun independensi.

“Sehingga ketentuan yang dirumuskan pada KUHP baru mengandung banyak perspektif dari unsur akademisi yang seyogyanya berpegang teguh bagi kepentingan kemanusiaan,” tambahnya.

Baca juga: Mahfud Tak Masalah Masyarakat Sipil Pesimistis Judicial Review KUHP Dikabulkan MK

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, setelah disahkan oleh DPR, UU KUHP akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.

Pemerintah kemudian menunggu UU KUHP ditandatangani oleh Presiden Jokowi dan diundangan di lembaran negara.

Setelah itu, UU KUHP akan disosialisasikan secara luas.

Menurut Yasonna, pemerintah memiliki waktu tiga tahun untuk mensosialisasikan RKUHP yang telah disahkan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com