JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Wahyu Imam Santoso mencecar terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi.
Hakim meragukan pengakuan Putri yang menyebut bahwa Brigadir J melakukan kekerasan seksual terhadap dirinya.
Perihal ini dikonfrontasi hakim saat Putri hadir sebagai saksi dalam sidang pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di PN Jaksel, Senin (12/12/2022).
Mulanya, hakim bertanya ke Putri soal proses pemakaman anggota kepolisian.
“Apakah saudara tahu proses pemakaman bagi seorang anggota kepolisian?” tanya hakim Wahyu dalam persidangan.
“Tidak tahu, Yang Mulia,” jawab Putri.
"Saudara sudah berapa lama mendampingi suami saudara menjadi polisi?” tanya hakim Wahyu lagi.
"Kurang lebih mungkin 20 tahunan,"
“Tidak pernah hadir dalam upacara pemakaman bagi seorang anggota Polri sedikit pun?” tanya hakim.
"Sering, Yang Mulia,” ucap istri Ferdy Sambo itu.
Baca juga: Putri Candrawathi: Yosua Perkosa, Ancam, dan Banting Saya 3 Kali
Hakim lantas bertanya, apakah Putri mengetahui syarat-syarat anggota Polri yang meninggal dimakamkan secara kedinasan. Putri mengaku, dirinya tak tahu persis soal itu.
Hakim Wahyu lantas menjelaskan bahwa untuk dimakamkan secara kehormatan, seorang anggota Polri tak boleh memiliki catatan buruk sepanjang kariernya.
Menurut hakim, keterangan Putri soal kekerasan seksual menjadi tak selaras karena almarhum Yosua dimakamkan secara kedinasan.
“Faktanya almarhum Yosua kemudian dimakamkan dengan kebesaran dari kepolisian,” ujar hakim Wahyu.
"Kalau seandainya dia seperti yang saudara sampaikan tadi, (Yosua) melakukan pelecehan seksual ke saudara, tentunya dia tidak akan mendapatkan hal itu, itu yang pertama” lanjutnya.
Baca juga: Putri Candrawathi Bantah Selingkuh dengan Brigadir J, Jaksa Singgung soal Tes Poligraf