Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Pasal UU Tipikor Bakal Dicabut jika KUHP Diberlakukan

Kompas.com - 13/12/2022, 05:30 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bakal dicabut dan tidak berlaku setelah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru diberlakukan.

Hal itu tercantum dalam Pasal 622 ayat (1) huruf l KUHP terbaru.

"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian isi Pasal 622 ayat (1) huruf l KUHP, seperti dikutip pada Senin (12/12/2022).

Baca juga: Menkumham Persilahkan Masyarakat Uji Formil KUHP ke MK, Wamenkumham Yakin Gugatan Kalah

Lantas, pada ayat (4) disebutkan, setelah KUHP resmi berlaku maka acuan pidana kelima pasal UU Pemberantasan Tipikor itu juga ikut berubah.

Ketentuannya adalah sebagai berikut:

  1. Pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 603;
  2. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 604;
  3. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 605;
  4. Pasal 11 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (2); dan
  5. Pasal 13 pengacuannya diganti dengan Pasal 606 ayat (1).

Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.

Baca juga: KSP Sebut Beda Pendapat soal Pengesahan KUHP Bisa Diselesaikan di MK

Sedangkan dalam Pasal 603 KUHP berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II (Rp 10.000.000) dan paling banyak kategori VI (Rp 2 miliar).

Lalu dalam Pasal 3 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.

Baca juga: Kritik Balik PBB karena Komentari KUHP, Kemenlu Sebut Ada Adab Diplomasi

Sedangkan Pasal 604 KUHP berbunyi: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.

Pasal 5 UU Tipikor yang masih berlaku berbunyi: Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 dan paling banyak Rp 250.000.000,00.

Lantas Pasal 605 KUHP ayat (1) menyatakan: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III (Rp 50.000.000) dan paling banyak kategori V (Rp 500.000.000), setiap orang yang:

  1. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
  2. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Baca juga: Wamenkumham Sebut Delik Aduan Pasal Perzinaan di KUHP Bersifat Absolut, Tak Bisa Penjarakan Satu Pihak Saja

Kemudian, pada Pasal 605 Ayat (2) KUHP berbunyi: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 6 tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.

Kemudian, Pasal 11 UU Tipikor menyatakan: Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp 50.000.000 dan paling banyak 250.000.000.

Jika KUHP sudah berlaku, sanksi pidana dalam Pasal 11 UU Tipikor mengacu pada Pasal 606 ayat (2). Isinya adalah: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV (Rp 200.000.000).

Baca juga: Hotman Paris Khawatir KUHP Jadi Lahan Basah Kalapas, Pakar Hukum: Tanpa Ada Aturan Itu Juga Bisa

Sedangkan Pasal 13 UU Tipikor berbunyi: Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000.

Halaman:


Terkini Lainnya

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Golkar Tegaskan Belum Ada Upaya Revisi UU MD3 demi Kursi Ketua DPR

Nasional
Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com