JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pers menyatakan sekitar 60 persen masukan yang mereka sampaikan sebelum pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) diabaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Hasil akhirnya apa? Ditolak semua, 60 persen diabaikan, 35 persen dimasukan dalam penjelasan dan hanya satu diterima karena memang sangat minor," kata Anggota Dewan Pers Sapto Anggoro, dalam kegiatan diskusi yang digelar Kementerian Agama di Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Minggu (11/12/2022).
Baca juga: Saat Buruh Ikut Suarakan Tolak KUHP, Singgung Pasal Penghinaan Presiden
Menurut Sapto, mengungkapkan sebelum RKUHP disahkan, Dewan Pers telah berupaya berdialog dengan DPR dan menyodorkan reformulasi kitab hukum pidana itu.
Sapto mengatakan, dalam proses audiensi itu sejumlah fraksi di DPR memuji reformulasi RKHUP dari Dewan Pers.
"Jauh sebelum itu kita sudah memberikan masukan bahkan kita sudah datang ke seluruh fraksi DPR dan semua fraksi bilang bagus," ujar Sapto.
Sapto mengatakan, dalam audiensi dengan fraksi-fraksi di DPR itu Dewan Pers juga tidak hanya menyampaikan pendapat atau kritik.
Baca juga: Demo Peringati Hari HAM Sedunia di Patung Kuda, Elemen Buruh Suarakan Tolak KUHP
"Kita bukan hanya sudah menyampaikan pendapat tapi sudah membuat reformulasi. Kita sampaikan waktu itu ada sembilan klaster dan empat belas pasal dipuji-puji terima kasih. Tapi puji-pujian tidak penting yang penting kan apa? Hasil akhir," ucap Sapto.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan KUHP terbaru dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (6/12/2022).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP terbaru akan diberlakukan tiga tahun kemudian sejak disahkan.
Yasonna mengatakan, Kemenkumham bakal membentuk tim untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam masa transisi itu.
Baca juga: Bantah KUHP Picu Wisman Enggan ke Indonesia, Kemenkumham Sebut Kedatangan WNA Bertambah
"Ada (waktu) tiga tahun untuk sosialisasi (UU) KUHP ini. Saya kira kita akan bentuk tim dari seluruh tim yang ada, dari kementerian, tim pakar kita yang selama ini ikut membahas," kata Yasonna ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa.
Kelompok pegiat hukum dan hak asasi manusia menyoroti sejumlah pasal dalam KUHP yang dinilai rawan menjadi "pasal karet", seperti ancaman pidana menggelar unjuk rasa tanpa izin hingga delik penghinaan martabat presiden-wakil presiden serta lembaga negara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.