JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Masyumi mengaku memiliki alasan filosofis terkait pengajuan permohonan hak uji materiil ke Mahkamah Agung pada Selasa (6/12/2022) terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022.
Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad Yani, menilai bahwa rangkaian tahapan Pemilu 2024 telah diawali dengan tidak baik karena aturan yang mereka anggap buruk.
"Kami merasa pemilu ini adalah pemilu yang dimulai dengan ketidakjujuran (unfair election) dan tidak adil (injustice election)," ungkap Yani dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada Kompas.com, Rabu (7/12/2022).
PKPU Nomor 4 Tahun 2022 mengatur soal pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2024, termasuk di dalamnya soal Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Baca juga: Partai Masyumi Gugat Peraturan KPU ke MA, Anggap Sipol Langgar UU Pemilu
Sipol ini digunakan KPU sebagai alat bantu bagi penyelenggara pemilu itu dalam menghimpun persyaratan partai politik pendaftar Pemilu 2024 sekaligus instrumen untuk mereka memverifikasinya.
Yani menyoroti, akses Sipol bagi partai-partai politik sudah dibuka sejak 24 Juni 2022, sedangkan PKPU yang mengatur soal Sipol baru terbit belakangan, yaitu pada 20 Juli 2022.
Sejak 24 Juni 2022 itu, partai-partai politik sudah bisa melakukan input data kepartaian mereka, sebagai bentuk persiapan menghadapi pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024
Sementara itu, Partai Masyumi baru mengajukan dan menerima akses Sipol pada Agustus 2022, beberapa hari jelang pendaftaran dibuka
Baca juga: Partai Masyumi Gugat KPU, Minta Diikutkan Verifikasi Parpol Calon Peserta Pemilu 2024
"Darimana dasar hukum sipol itu dijadikan sebagai instrumen sebelum keluarnya PKPU? Ini melakukan tindakan hukum sebelum peraturan perundang-undangan itu disahkan dan diundangkan," ungkap Yani.
"Peraturan apa pun, baru dapat mempunya kekuatan hukum mengikat mengikat apabila telah diundangkan/pada tanggal diundangkan. Belum ada peraturan yang mengatur mengani sipol tersebut dan mereka (parpol) mulai menginput dengan instrumen yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan," ia menambahkan.
Ahmad Yani menilai PKPU itu tidak memiliki kekuatan yang mengikat untuk dijadikan sebagai standar baku bagi pendaftaran partai politik.
Ia menyebut sikap KPU itu merugikan hak konstitusional partai politik dan "telah menyalahi asas pemilu yang paling mendasar, yaitu asas prmilu yang jujur dan adil".
"Kami tidak sedang mendelegitimasi pemilu, atau meminta pemilu dibatalkan atau ditunda, tetapi kami meluruskan kekeliruan konstitusional supaya kembali kepada pemilu yang sebenarnya, yaitu pemilu yang langsung, bebas, umum, rahasia, jujur dan adil," kata Yani.
Partai Masyumi merupakan salah satu dari 40 partai politik pendaftar Pemilu 2024. Namun, partai itu dinyatakan tak lolos pendaftaran.
Mereka menggugat KPU RI ke Bawaslu atas dugaan pelanggaran administrasi dalam penggunaan Sipol, namun kalah dalam persidangan.
Sementara itu, KPU RI dalam beberapa kesempatan selalu mengungkapkan bahwa penggunaan Sipol merupakan keniscayaan seiring perkembangan zaman.
Selain sebagai bentuk modernisasi, KPU RI selalu menyatakan bahwa UU Pemilu memberikan mereka kewenangan atributif untuk membuat aturan teknis dalam tahapan pemilu.
Selama masa pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 dibuka, lembaga penyelenggara pemilu itu juga menegaskan bahwa Sipol bukan instrumen mutlak, melainkan alat bantu.
KPU RI mempersilakan partai politik membawa dokumen fisik saat mendaftarkan diri, meski data-data dalam dokumen itu belakangan perlu diinput pula ke dalam Sipol.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.