Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Pasal Penghinaan Pemerintah di RKUHP, Pakar: Akan Buat Nyaman Presiden dan Semua Lembaga Negara

Kompas.com - 04/12/2022, 18:28 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengesahan segera Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai akan membuat nyaman penguasa. Sebab, sejumlah pasal di dalamnya dianggap memungkinkan kriminalisasi atas kritik yang dilontarkan warga negara.

"Model-model seperti RKUHP akan sangat membuat nyaman penguasa karena banyak pasal karet di dalamnya, termasuk soal kritik, soal ideologi yang melanggar Pancasila," ujar pakar hukum tata negara Bivitri Susanti dalam diskusi yang digelar KedaiKopi di Juanda, Minggu (4/12/2022).

"Untuk orang-orang yang mengkritik lembaga-lembaga negara itu bisa kena pidana yang lebih tinggi daripada saya mengkritik orang-orang biasa di sini," katanya lagi.

Oleh karenanya, Bivitri menganggap bahwa RKUHP yang akan disahkan tak ubahnya upaya kontrol yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada warga pribumi yang vokal mengkritik kesewenangan penjajah.

Baca juga: RKUHP Segera Disahkan, Pakar Hukum Tata Negara: Banyak yang Masih Kacau

Pasalnya, menurut Bivitri, sejumlah pasal bermasalah masih ada di dalamnya.

"Dulu bayangkan orang-orang seperti Hatta, Soekarno, Sjahrir itu bisa dibuang ke mana-mana itu kan pakai pasal-pasal kayak gitu, karena pemerintahan kolonialisme menginginkan supaya pribuminya yang bawel-bawel, yang mengkritik kebijakan pemerintah kolonial, disingkirkan saja, dihukum," ujar Bivitri.

"Nah apakah kita mau pakai cara pandang itu sekarang?" katanya lagi.

Selama ini, penguasa dianggap kerap menggunakan dalih "norma-norma ketimuran" sebagai sarana untuk membungkam kritik.

Menurut Bivitri, apabila logikanya seperti itu, maka tidak diperlukan beleid khusus yang mengatur soal ancaman pidana atas penghinaan terhadap lembaga negara.

Baca juga: Draft Akhir RKUHP: Hina Pemerintah hingga DPR Bisa Dipidana 1,5 Tahun

Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa secara historis, filosofi diciptakannya hukum adalah untuk menyetarakan penguasa dan warga, supaya warga tidak asal dihukum sewenang-wenang oleh penguasa.

"Namanya penguasa sama rakyat pasti tidak setara. Untuk menyatakannya dibangun yang namanya hukum, sehingga penguasa tidak boleh sewenang-wenang," katanya.

"Sehingga, RKUHP (yang akan disahkan di tingkat II DPR) Selasa besok, jelas akan membuat nyaman presiden dan semua lembaga negara," ujar Bivitri lagi.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah merampungkan draf RKUHP, hasil tindak lanjut dari rapat kerja antara Kemenkumham dan Komisi III DPR RI.

Dalam Pasal 240 RKUHP terbaru disampaikan, setiap orang yang menghina pemerintah atau lembaga negara di muka umum bisa dipidana maksimal penjara 1 tahun dan 6 bulan.

Baca juga: Pemerintah Bedakan Kritik dan Menghina Presiden di RKUHP, Jamin Tak Ada Salah Paham

Kemudian, yang dimaksud dengan pemerintah adalah presiden yang dibantu wakil presiden dan para menterinya. Sedangkan lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), serta Mahkamah Konstitusi (MK).

Tindakan menghina diartikan sebagai "perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan, atau citra pemerintah atau lembaga negara termasuk menista atau memfitnah".

Sementara itu, kritik didefinisikan "sebisa mungkin bersifat konstruktif atau membangun walaupun mengandung ketidaksetujuan pada perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah, atau lembaga negara".

Bivitri menilai, definisi ini tak membuat beleid ini kehilangan unsur multitafsirnya. Sebab, pembuktiannya di pengadilan dianggap masih akan sengit.

Namun, tindak pidana ini termasuk delik aduan. Artinya hanya pemerintah dan lembaga negara yang dihina yang bisa menuntut tindak pidana tersebut. Hal itu diatur dalam Pasal 240 Ayat (3) dan Ayat (4) draft RKUHP terbaru.

Baca juga: RKUHP Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik UU ITE, Wamenkumham: Agar Tak Terjadi Disparitas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com