Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Ahya Al
Dosen

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret

Kekerasan terhadap Pekerja Perempuan: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Kompas.com - 01/12/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SESEORANG pernah berkata, “Ini bukan karena pilihan mereka sendiri, tapi karena keputusasaan dan ketiadaan alternatif lain.” - Pietra Rivoli, dikutip dalam Kapitalisme: Perpektif Sosio-Historis (Mulyanto, 2010).

Mungkin kalimat tersebut tertanam dalam benak mereka yang bekerja sebagai buruh atau pekerja biasa.

Persoalan mengenai ketenagakerjaan Indonesia selalu muncul dan selalu berulang setiap harinya. Dari berbagai kasus, pekerja perempuan menjadi kelompok yang paling rentan terhadap kekerasan di tempat kerja.

Dalam konteks ini tentu muncul pertanyaan, mengapa selalu terjadi dan mengapa selalu berulang? Ini dikarenakan persoalan ini bersifat multidimensi.

Dimensi dalam kekerasan terhadap pekerja perempuan

Konsep mengenai jenis-jenis kekerasan diperkenalkan oleh seorang sosiolog asal Norwegia, Johan Galtung.

Menurut dia, kekerasan tidak hanya terbatas pada kekerasan langsung, melainkan juga kekerasan struktural dan kultural. Kekerasan struktural secara sederhana berhubungan erat dengan frasa social injustice (Galtung, 1969).

Dengan kata lain, kekerasan stuktural terjadi ketika ketidakadilan sosial terjadi di berbagai tempat. Ketidakadilan sosial yang terjadi di Indonesia merupakan persoalan yang multidimensi, mulai dari ketiadaan regulasi, lemahnya regulasi, hingga lemahnya penegakan hukum. Hukum seolah tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Ini mengarahkan pada kebenaran dan keadilan hanya milik mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan.

Lalu, apakah persoalan struktural menjadi satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai kekerasan terhadap pekerja perempuan? Jawabannya tentu tidak.

Terdapat aspek kultural yang berkontribusi dalam munculnya berbagai persoalan struktural. Aspek kultural yang dimaksud merujuk pada budaya patriarki yang berkembang di Indonesia.

Pewajaran atau pembiaran terhadap asumsi yang mengatakan bahwa perempuan tidak lebih tinggi dari laki-laki menjadi penyebab banyak masyarakat, terutama laki-laki yang merasa bahwa mereka lebih superior terhadap perempuan.

Misalnya, dalam budaya Jawa ada istilah masak, manak, macak yang kemudian diinterpretasikan sebagai alat untuk menegaskan dominasi laki-laki terhadap perempuan.

Kemudian, karena ini dianggap sebagai hal yang “wajar”, maka semuanya nampak seolah tidak terjadi apa-apa. Akhirnya, aspek kultural ini memicu permasalahan dalam lingkup struktural seperti lemahnya aturan dan penegakan hukum terkait pekerja perempuan.

Keputusasaan atas ketiadaan alternatif lain

Karena berbagai macam sebab seperti hutang, perempuan dipekerjakan oleh pihak tertentu, bahkan tidak jarang pihak tersebut ialah orangtua dari korban yang memaksanya untuk bekerja dalam sektor-sektor yang rentan seperti sektor pekerjaan informal, dan banyak di antaranya merupakan perempuan di bawah umur.

Pada kondisi lain, tidak jarang di antara pekerja perempuan yang mengalami kekerasan oleh majikan atau bosnya lebih memilih diam daripada harus kehilangan pekerjaannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com