Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan gratifikasi pada 5 September 2022.
Proses hukum yang sedang berjalan mendapatkan tentangan dan penolakan keras unsur-unsur masyarakat, misalnya, tokoh adat, tokoh gereja, tokoh organisasi masyarakat, dan organisasi yang berafiliasi atau setidaknya mempunyai tujuan politik yang sama dengan Lukas.
Penolakan itu menyebabkan pergolakan di tengah masyarakat. Mereka yang menolak punya pengaruh kuat di masyarakat.
Pada 19 September 2022, misalnya, terjadi demonstrasi yang melibatkan ribuan orang Papua di depan Kantor Gubernur Papua guna menuntut penghentian proses hukum terhadap Lukas Enembe. Mereka memakai tagline aksi “Stop Kriminalisasi LE”.
Baca juga: KPK Sebut Diam atau Menjawab Jadi Hak Lukas Enembe, Penyidik Kantongi BAP
Salah seorang tokoh Papua, yang memiliki massa, Ronald Kelnea Kogoya, dengan tegas menyatakan seluruh simpatisan Lukas Enembe siap mati jika KPK tetap melakukan penjemputan paksa atau penangkapan terhadap Lukas.
Pernyataan Ronald kiranya bukan hanya gertakan belaka, mengingat ratusan orang telah siaga menjaga rumah Lukas Enembe dengan diperlengkapi senjata tradisional seperti panah, tombak, dan parang.
Mereka menyatakan rela mati apabila KPK memaksa untuk melakukan penegakan hukum.
Peristiwa itu kemudian menyebabkan KPK belum melakukan penjemput paksa (hingga saat ini) terhadap Lukas. Padahal, KPK telah melakukan pemanggilan pro yustisia kedua.
Jika melihat hukum yang berlaku, maka seharusnya KPK sudah berwenang menangkap. Hal itu menyebabkan Ketua KPK Firli Bahuri harus "turun gunung" memimpin Tim Penyidik KPK secara langsung guna memeriksa Lukas Enembe pada 3 November 2022, di kediamannya.
Kejadian itu merupakan preseden baru terkait penegakan hukum yang dilakukan KPK selama ini.
Bagi Orang Asli Papua (OAP), sebagaimana terminologi hukum yang disebutkan dalam UU Otonomi Khusus Papua, gubernur bukan hanya jabatan politis semata yang dapat berganti lima tahun sekali, sebagaimana yang dipahami masyarakat dan aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK di Jakarta.
Dalam perspektif sosio-kultural masyarakat asli Papua, gubernur adalah seorang pemimpin politik sekaligus pemimpin adat baginya. Apalagi dalam hal ini Lukas Enembe telah dinobatkan sebagai Kepala Suku Besar Papua oleh Dewan Adat Papua.
Peran kepala adat dalam konsep masyarakat adat, bukan hanya memimpin jalannya administrasi organisasi di dalam unit sosialnya. Kepala adat juga menjaga ketentraman, keseimbangan alam, sekaligus sebagai penghubung kepada supranatural being.
Peran sakral dan penting tersebut dimanifestasikan oleh masyarakat Papua dengan menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang ideal harus sesuai dengan konsep pria berwibawa (big man). Dengan harapan dapat menjaga sekaligus melestarikan unit sosialnya.
Implikasinya, pemimpin akan dianggap sebagai bagian kelompoknya yang berperan sentral guna menjaga kewibawaan anggotanya (in group). Orang yang berbeda akan dianggap sebagai bukan kelompoknya (out group).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.