JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum keluarga korban penyakit gagal ginjal akut akibat obat sirup anak, Awan Puryadi menilai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terlambat melakukan pencegahan.
Dalam pandangannya, seharusnya protokol pencegahan keracunan obat sudah dimiliki oleh BPOM.
“Di uraian gugatan kami memang ada kewenangan-kewenangan, tugas, dan fungsi dari BPOM ini yang dari awal sudah ada standar atau protokol mencegah hal ini terjadi, kenapa terlambat?” ujar Awan dikutip dari tayangan Gaspol! di YouTube Kompas.com, Kamis (24/11/2022).
Adapun, Awan mewakili 12 keluarga korban yang tengah mengajukan gugatan pada 9 lembaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Baca juga: Kekecewaan Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut: Anak Saya Hanya Sebatas Angka Kematian
Para keluarga meminta perusahaan farmasi, BPOM, dan Kementerian Kesehatan memberikan ganti rugi, karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keracunan obat sirup anak.
Awan pun menilai BPOM sejak awal tak menganggap persoalan ini sebagai masalah.
Meskipun ratusan anak meninggal dunia akibat cemaran etilen glikol (EG), dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirup anak yang memicu gagal ginjal akut.
“Kenapa antidote terlambat? kenapa statement state tidak sesuai satu sama lain? Kalau menurut kami, setelah kami telusuri dalam prosesnya tidak pernah (pemerintah) menganggap ini masalah,” papar dia.
Ia lantas mempertanyakan lambannya kinerja BPOM untuk mengatasi persoalan ini.
Padahal, larutan EG dan DEG sudah lama berada di Indonesia, dan dikenal sebagai bahan yang berbahaya.
“Bayangkan ya, EG dan DEG itu sudah berpuluh-puluh tahun dijadikan untuk mencampur, untuk memalsu (bahan campuran obat sebenarnya), tapi tidak ada standarnya,” ucap Awan.
“Yang katanya (BPOM) itu bukan ranah kami. Padahal itu adalah bahan berbahaya,” imbuh dia.
Diketahui data Kementerian Kesehatan per 16 November 2022 menyatakam kasus gagal ginjal akut pada anak mencapai jumlah 324.
Baca juga: Bandingkan dengan Kasus Polio, Keluarga Korban Pertanyakan soal Status KLB Gagal Ginjal Akut
Dari total kasus tersebut, sebanyak 199 anak meninggal dunia.
Adapun dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, 4 November 2022, Ketua BPOM Penny K. Lukito mengklaim pihaknya hanya punya kewenangan mengawasi impor bahan baku khusus farmasi.
Sedangkan pengawasan EG dan DEG di Indonesia bukan kewajiban lembaganya karena bukan bahan baku farmasi.
Ia menjelaskan mestinya bahan baku obat sirup anak didapatkan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
"Bukan tanggung jawab BPOM untuk melakukan pengawasan. Kalau ini dalam pengawasan BPOM, ini enggak akan pernah beri izin karena ini tidak memenuhi cara distribusi obat yang baik (CDOB)," sebut Penny dalam konferensi pers di Tapos, Depok, Rabu (9/11/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.