Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI Desak Presiden dan DPR Tunda Pengesahan RKUHP karena Masih Ada Pasal Antidemokrasi

Kompas.com - 24/11/2022, 15:49 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 18 LBH kantor di seluruh Indonesia menilai bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan masih disusun berdasarkan paradigma hukum yang menindas serta diskriminatif.

"YLBHI dan 18 LBH kantor mendesak kepada presiden dan DPR RI untuk menunda pengesahan RKUHP hingga tidak ada lagi pasal-pasal bermasalah yang diakomodir di dalamnya, dan menghapus pasal-pasal antidemokrasi dalam RKUHP," kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, dalam keterangan tertulis, Kamis (24/11/2022).

"Serta, memastikan proses pembahasan yang transparan dan partisipatif dan mendengarkan serta menerima masukan, aspirasi dan kritik dari masyarakat sipil," ujarnya lagi.

Baca juga: DIM Bakal Dibahas dalam Rapat RKUHP, Anggota DPR: Mudah-mudahan Publik Teryakinkan

YLBHI menilai bahwa RKUHP yang akan disahkan, jika tidak diperbaiki, akan menimbulkan ancaman overkriminalisasi kepada rakyat akibat paradigma hukum yang dibawa.

"Simpulan tersebut tercermin dari muatan-muatan pasal antidemokrasi yang masih dipaksakan," ujar Isnur.

"Persoalan serius yang menjadi sorotan utama adalah RKUHP dapat menjadi instrumen yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil," katanya lagi.

YLBHI kemudian menyoroti beberapa pasal yang dianggap dapat menjadi celah untuk membungkam kritik, seperti ancaman pidana atas penghinaan presiden dan wakil presiden, penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Serta, pencemaran nama baik dan penyelenggaraan aksi unjuk rasa tanpa pemberitahuan.

"Bahkan, pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan secara serampangan, mengingat rendahnya etika pejabat negara saat ini. Terutama, karena lebih sering memprioritaskan kepentingan oligarki, ketimbang kepentingan publik," kata Isnur.

Baca juga: Aktivisi Sebut Pasal Bermasalah Masih Ada di RKUHP Bisa Dipakai Bungkam Kritik

Lebih lanjut, Isnur menilai adanya pasal-pasal antidemokrasi membuktikan bahwa pemerintah masih mewariskan aturan kolonial. 

"Pemerintah dan DPR beragumentasi bahwa RKUHP hadir untuk mendekolonialisasi KUHP yang merupakan warisan kolonial. Namun, hal demikian terbantahkan dengan sendirinya karena sifat kolonial justru berasal dari pasal-pasal yang anti demokrasi dan masih diakomodir oleh penguasa," tuturnya.

DPR tunda raker dengan Kapolri demi RKUHP

Sementara itu, rapat kerja Komisi III DPR RI dengan dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sedianya digelar Kamis ini, akhirnya dibatalkan.

Komisi III disebut ingin menggelar raker dengan Kemenkumham untuk membahas penyempurnaan RKUHP.

Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, mayoritas fraksi akan mengusulkan agar Pasal 347 dan Pasal 348 RKUHP yang mengatur tentang penghinaan kepada kekuasaan umum atau lembaga negara dihapus.

Baca juga: Bahas RKUHP dengan Kemenkumham, Komisi III Batal Rapat dengan Kapolri

Habiburokhman mengklaim akan ada perubahan signifikan dalam RKUHP.

"Setelah pihak pemerintah melakukan banyak perbaikan yang merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat di antaranya Dewan Pers, hari ini kemungkinan besar akan ada lagi perbaikan signifikan," kata Habiburokhman.

Halaman:


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com