Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kamu Tanya? Kenapa Bertanya-tanya soal Koalisi yang Tidak Jelas?

Kompas.com - 24/11/2022, 10:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELUM usai demam ucapan “cepmek”, kini giliran virus kamu nanya yang popüler dengen kalimat “kamu nanya, kamu bertanya-tanya?”mulai cepat mewabah.

Demam “kamu nanya” kini tengah jadi pembicaraan di pergaulan anak muda dan menjadi bahan becandaan sebagian besar orang.

Istilah itu sama dengan istilah cepmek alias cepak mekar yang dipopulerkan Alif, tokoh yang bermirip Dilan. Dilan adalah tokoh sentral dalam film layar lebar Dilan 1990.

Bagi yang belum terbiasa dengan ucapan “cepmek” adalah akronim dari cepak mekar, yakni gaya rambut model cepak tetapi punya jambul yang mekar di bagian depan kepala.

Kali pertama muncul, Alif menjadi sontak terkenal lewat akun TikToknya sebagai orang yang menirukan Dilan.

Dari mulai gaya bicara hingga jaket yang dikenakannya persis dengan Dilan, tokoh yang diperankan Iqbal Ramadhan itu.

Pernyataan “kamu tanya, kenapa bertanya-tanya” kali ini saya kaitkan dengan “nasib” koalisi sejumlah partai yang sering ditanyakan sejumlah wartawan kepada saya akhir-akhir ini.

Terbaru adalah ancaman dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berhasrat keluar dari kesepakatan politik dengan Gerindra, jika Prabowo Subianto berencana menggandeng Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Belum lagi nasib Anies Baswedan, calon presiden yang diusung Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang semula akan mendeklarasikan pasangannya saat bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November juga molor ke waktu yang belum bisa dipastikan.

Konon, dua partai anggota koalisi lainnya selain Nasdem – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat - yang mengaku berkoalisi bertajuk “perubahan” itu belum sepakat soal nama yang akan mendampingi Anies di pelaminan Pilpres 2024.

Menarik bahkan lucu sebetulnya alasan demi alasan batalnya “kesepakatan” koalisi yang dikemukan oleh elite-elite partai yang merajuk ingin jabatan wakil presiden walau sebetulnya masih tahap bakal calon wakil presiden.

Belum jadi Wapres, hebohnya setengah mati untuk urusan bakal calon Wapres.

Pernyataan-pernyataan yang kerap dilontarkan elite-elite partai jika koalisi menemui jalan buntu lebih mirip dengan “rengekkan” bocah yang permintaannya untuk beli permen dan balon ditampik oleh orangtuanya.

Kami ingin memperjuangkan kepentingan rakyat agar ke depannya bisa memiliki pemimpin muda yang berjiwa pembaruan.

Keadaan sekarang ini sedang tidak baik-baik makanya saya harus diberi jalan untuk menjadi pemimpin di republik ini.

Demi kemaslahatan umat, maka arah kepemimpinan nasional harus lebih memberi ruang bagi munculnya tokoh yang teruji. Jangan sia-siakan suara umat karena tantangan ke depan begitu berat.

Demikianlah sekian celoteh dari para “pembajak” suara rakyat menjelaskan alasan mereka perlu “diperhitungkan” dan tidak mau dianggap remeh dalam koalisi.

Kamu tanya soal nasib koalisi?

Saat saya menghabiskan hidup di beberapa daerah dalam empat bulan terakhir, yakni di Kendari (Sulawesi Tenggara), Kotabaru (Kalimantan Selatan), Sanggau (Kalimantan Barat), Surabaya (Jawa Timur), dan Depok (Jawa Barat) untuk menulis tiga buah buku, warga hanya menyaksikan deklarasi Capres dan koalisi partai-partai hanyalah sebatas seremonial belaka.

Rakyat hanyalah menjadi penonton karena selama ini sudah “terbiasa” menjadi obyek kampanye.

Di warung-warung kopi yang saya datangi, celoteh warga soal Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, atau AHY, hanyalah sekadar “urusan Jakarta”. Bukan urusan mereka.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com