JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bakal pragmatis dalam mengambil keputusan soal koalisi Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
Jika Gerindra dihadapkan dengan dua pilihan, berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau PDI Perjuangan, Prabowo diprediksi akan memilih partai banteng.
"Jika pilihannya PKB dan PDI-P, kalkulasi pragmatis Prabowo tentu akan memilih PDI-P," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (23/11/2022).
Baca juga: Perjodohan Prabowo-Ganjar dan Ancaman Cak Imin, Sinyal Pecah Kongsi Gerindra-PKB?
Ketimbang PKB, kata Umam, struktur kepartaian PDI-P lebih kuat. Selain itu, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut juga memegang tampuk kekuasaan tertinggi saat ini.
Namun, Umam menduga, Prabowo tak ingin begitu saja bubar kongsi dengan PKB. Sebabnya, jika PKB lepas dari koalisi, dukungan basis pemilih Islam terhadap Prabowo kemungkinan bakal menurun tajam.
Pertama, ini karena kelompok Islam konservatif sudah terlanjur kecewa dengan pilihan Gerindra bergabung ke pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Bersamaan dengan itu, basis pemilih Nahdliyin selaku representasi kelompok Islam moderat tak mampu dimobilisisasi karena Prabowo tidak menggandeng PKB yang notabene dekat dengan kelompok tersebut.
Baca juga: Pengamat: Jika Prabowo Tak Jadi Gandeng Cak Imin, Dukungan dari Basis Pemilih Islam Akan Defisit
Jikapun Gerindra bekerja sama dengan PDI-P, segala cara akan dilakukan untuk membuat PKB bertahan dalam koalisi.
"Berbagai langkah bisa dijadikan alternatifnya, mulai dari kompensasi logistik, janji penambahan portofolio jatah menteri di kabinet mendatang, hingga cara-cara politik yang 'represif' untuk mendisiplinkan PKB agar tetap berada di lingkaran koalisi," ujar Umam.
Seandainya dengan cara-cara tersebut PKB tetap tidak bisa dipegang, kata Umam, Gerindra dan PDI-P akan berupaya memasukkan unsur partai Islam lainnya dalam koalisi seperti Partai Amanat Nasional (PAN) atau Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Langkah ini untuk memastikan adanya dukungan kekuatan politik Islam dalam koalisi tersebut.
Pada pokoknya, lanjut Umam, Prabowo dan Gerindra akan mengambil langkah yang memberikan keuntungan terbesar buat mereka.
Manuver tersebut sebelumnya pernah dilakukan Gerindra ketika memutuskan bergabung ke pemerintahan Jokowi meski mengecewakan jutaan pendukung setia partai berlambang kepala garuda itu.
Umam mengatakan, fokus target operasi politik Gerindra kini ialah memenangi Pilpres 2024. Sebab, Prabowo sudah tiga kali ikut pemilu, tetapi belum pernah berujung kemenangan.
"Sehingga, Prabowo akan berhitung taktis dan stategis untuk menemukan formula koalisi dan pasangan cawapres yang paling optimal bisa memenangkan pertarungan 2024 mendatang," tutur dosen Universitas Paramadina itu.