Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nasir
Wartawan

Wartawan Kompas, 1989- 2018

Kiprah Multidimensi Muhammadiyah

Kompas.com - 22/11/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENAMPILKAN potret Muhammadiyah yang kini genap berusia 110 tahun pada 18 November 2022, tidaklah mudah. Sosoknya sudah besar, menggurita. Diambil jarak dekat, pasti tidak menggambarkan secara keseluruhan, diambil dari jarak jauh, tidak akan menampilkan detilnya yang indah.

Dalam tulisan ini saya memilih untuk melihat Muhammadiyah dari jarak jauh seperti sedang memandang Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat, yang keindahannya memesona. Banyak orang yang ingin punya rumah di dekatnya, dengan pemandangan Gunung Salak yang hijau segar.

Baca juga: Haedar Nashir-Abdul Muti Kembali Pimpin Muhammadiyah, PBNU Beri Selamat

Muhammadiyah menggunakan simbol alam. Matahari bersinar dijadikan simbol persyarikatan, menyinari alam semesta tanpa pilih kasih. Seperti beberapa organisasi Islam lainnya yang menggunakan simbol bulan sabit, bintang, dan jagat (seperti dimiliki Nahdlatul Ulama/NU), Muhammadiyah memilih matahari dengan dilengkapi kalimat syahadat.

Pelayanan sosial dan pendidikan

Simbol itu harapan dan doa. Muhammadiyah telah membuktikan semua itu, tanpa pilih kasih dalam pelayanan sosial dan pendidikan. Semua mendapat porsi layanan dan manfaat yang sama sehingga kebagian semua. Masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke mengenal Muhammadiyah.

Banyak kesuksesan menonjol yang ditampilkan secara nyata organisasi Islam bernama Muhammadiyah ini. Bukan sekadar pencitraan supaya Muhammadiyah terlihat wah, tetapi semua nyata dan kiprahnya dapat dirasakan.

Kesuksesan yang dirasakan masyarakat beragam, sehingga membawa citra Muhammadiyah tampak multidimensi dalam kebaikan, dalam keberhasilan, meskipun awalnya Muhammadiyah menitikberatkan perjuangannya di bidang pendidikan seperti dirintis sang pendirinya, KH Ahmad Dahlan.

Cerita tentang Muhammadiyah bisa ditelurusi lewat masyarakat sebagai pihak yang merasakan kebaikannya, walaupun mungkin juga banyak yang belum menangkap gambar besar Muhammadiyah secara utuh. Tanyakan pada kaum ibu, bapak-bapak, embah-embah di seluruh wilayah Indonesia.

Coba tanyakan apa yang terbayangkan ketika mereka mendengar kata “Muhammadiyah”? Jawabannya akan beraneka ragam, berbagai sudut pandang dan dimensi, tergantung amal usaha Muhammadiyah bidang apa yang paling mereka rasakan.

Bagi emak-emak, embah-embah yang tinggal di desa, seperti Datinawong di Lamongan, Jawa Timur, Muhammadiyah itu ya klinik kesehatan, rumah sakit di Babat, dan Lamongan, tempat membawa anak-cucu mereka ketika sakit, demam dan batuk-pilek.

Di kampung-kampung sekitar Babat, setahu saya tahun 1960-an masyarakat sudah mengenal klinik kecil di belakang terminal Babat. Klinik kesehatan milik Muhammadiyah itu sudah melayani masyarakat tanpa melihat latar belakang.

Siapapun dilayani, bukan hanya warga Muhammadiyah. Kalangan nahdliyin (warga Nahdlatul Ulama/NU) juga dilayani, warga yang tidak mengenal organisasi Islam juga dilayani. Dan, saya belum pernah mendengar cerita dari warga nahdliyin yang berobat ke klinik Muhammadiyah diperlakukan berbeda. Tidak ada yang diperlakukan macam-macam. Semua mendapat pelayanan yang sama.

Baca juga: KH Ahmad Dahlan, Tokoh Pembaharuan Muhammadiyah

Tetapi ketika pertanyaan serupa disampaikan kepada warga Paciran, tepi pantai Lamongan, atau di desa-desa di Sumatera Barat dan daerah lain, jawabannya akan berbeda-beda. Bisa dijawab bahwa Muhammadiyah itu adalah sekolah, Muhammadiyah itu perguruan tinggi, atau rumah sakit. Jawaban Muhammadiyah adalah sekolah itu betul juga.

Muhammadiyah bersama Aisyiyah (organisasi perempuan otonom Muhammadiyah), kini memiliki 171 perguruan tinggi, 1.364 sekolah menengah atas/madrasah aliyah, 1.826 sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah, 2.817 sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, dan 20.233 taman kanak-kanak, pendidikan anak usia dini, 440 pesantren yang tersebar di berbagai daerah. Muhammadiyah juga punya ribuan klinik dan rumah sakit.

Dari dimensi politik lain lagi. Bagi teman-teman saya seperti Sudarno yang tinggal di Parung Panjang, Bogor, sarjana IKIP Muhammadiyah Jakarta yang suka baca politik, kalau ditanya soal Muhammadiyah, otaknya langsung tertuju pada tokoh-tokoh Muhammadiyah, seperti Amien Rais, Buya Ahmad Syafii Maarif, Din Syamsuddin, Haedar Nashir, Abdul Mu’ti, dan Anwar Abbas. Tokoh-tokoh ini memang sering ditampilkan di panggung Muhammadiyah.

Tentu saja, ketika pertanyaan dilontarkan pada masyarakat, akan ada yang mengaitkan Muhammadiyah dengan tempat ibadah, seperti mushala dan masjid. Di desa-desa masjid milik Muhammadiyah masih lekat dengan identitas nama Muhammadiyah, seperti hal nama sekolah dan universitas, serta klinik dan rumah sakit. Nama Muhammadiyah nempel.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com