PENANGKAPAN terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati adalah puncak gunung es dari sengkarut penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Setelah Dimyati, ketua kamar pidana Mahkamah Agung Gazalba Saleh turut ditetapkan tersangka. Rentetan peristiwa Operasi Tangkap Tangan (“OTT”) dengan penetapan tersangka Gazalba adalah rangkaian peristiwa yang berbeda.
Rentetan peristiwa ini harus dilihat sebagai akumulasi “kebusukan” lembaga peradilan, mulai dari tingkat tertinggi hingga sampai yang paling bawah, diduga telah memainkan praktik jual beli perkara.
Penangan perkara oleh Mahkamah Agung memang berpotensi menjadi celah “main mata” para hakim sebelum memberikan putusan atas suatu perkara.
Sebab dalam penanganan perkara di MA tertutup dari pengawasan publik dan jauh dari pengawasan lembaga lain seperti Komisi Yudisial. Memang ada pengawasan internal MA, namun hanya sekadar pengawasan teknis.
Lebih jauh KPK telah melakukan upaya penggeledehan terhadap ruangan-ruangan yang diduga berkaitan dengan peristiwa pidana korupsi.
Seperti penggeledahan terhadap ruangan Sekretaris Jenderal MA. Tentu KPK melakukan penggeledahan karena ada petunjuk mengenai aliran dana suap di MA.
Apa sebenarnya penyebab utama dari korupsi di MA tersebut? Menurut saya, ada tiga persoalan utama yang perlu disoroti, yaitu:
Pertama, proses persidangan yang tertutup menjadi celah bagi hakim untuk “bermain” dalam memutuskan perkara.
Kedua, lemahnya sistem pengawasan dan penindakan terhadap hakim agung yang melanggar etik.
Ketiga, proses rekrutmen hakim yang tidak lagi melihat rekam jejak seseorang, sehingga orang seperti Dimiyati dapat lolos menjadi Hakim MA padahal memiliki cacat yang cukup membahayakan bagi peradilan.
Pengawasan terhadap hakim secara internal dilaksanakan oleh MA agar peradilan dilaksanakan dengan seksama dan sewajarnya dengan perpandangan pada asas peradilan yang sederhana dan berbiaya ringan.
Berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Tentang Mahkamah Agung, pengawasan tertinggi penyelenggara peradilan pada semua badan peradilan di bawah dalam menyelenggarkan kekuasaan kehakiman, pengawasan dalam pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan, pengawasan internal perilaku hakim dilakukan oleh Mahkamah.
Lalu siapa yang mengawasi hakim agung? Pengawasan perilaku hakim dalam UUD 1945 Pasal 28B ayat (1) diberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial.