Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/11/2022, 06:23 WIB
Penulis Irfan Kamil
|

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan bakal menggelar sidang perdana kasus penyelewengan atau penggelapan dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terhadap tiga dari empat mantan petinggi ACT, hari ini, Selasa (15/11/2022).

Ketiganya adalah Pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar dan mantan Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT Hariyana Hermain.

Dalam sidang perdana ini, mereka bakal mendengarkan pembacaan surat dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.

Baca juga: Polri: Berkas Perkara Tersangka Kasus ACT Novariadi Imam Akbari Masih Didalami Jaksa

"Betul, sidang perdana," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto kepada Kompas.com, Senin (14/11/2022) malam.

Adapun sidang terhadap tiga terdakwa itu tercatat dengan perkara nomor 864/Pid.B/2022/PN JKT.SEL, 865/Pid.B/2022/PN JKT.SEL, dan 866/Pid.B/2022/PN JKT.SEL.

Sidang terhadap ketiganya bakal dipimpin Hakim Ketua Majelis Hariyadi yang didampingi Mardison dan Hendra Yuristiawan sebagai Hakim Anggota.

Baca juga: Kasus Penyelewengan Dana ACT, 3 Tersangka Dilimpahkan ke Kejari Jaksel

Sementara itu, satu terdakwa lainnya atas nama Novariadi Imam Akbari selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan Ketua Dewan Pembina ACT 2019-2022 berkas perkaranya masih dalam proses penelitian jaksa.

Diketahui, perbuatan pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan yang dilakukan oleh para terakwa itu, berawal dari adanya penyelewengan dana diberikan perusahaan Boeing kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada tanggal 18 Oktober 2018. Dana tersebut senilai Rp 2.066.350.000.

Uang miliaran rupiah itu memang tidak dapat diterima secara tunai, akan tetapi diberikan oleh Boeing dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan.

Baca juga: Kejagung Masih Teliti Berkas Perkara 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT

Akan tetapi, dana yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan pesawat Boeing, tidak digunakan seluruhnya oleh pihak Yayasan ACT yang dipercaya sebagai pengelola.

"Hanya sebagian (dana yang digunakan), dan dana tersebut dipakai untuk kepetingan yang bukan peruntukannya," jelas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Nahdi, dalam keterangan tertulis, Rabu (26/10/2022).

Yayasan ACT juga disebut tidak mengikutsertakan ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan dana Boeing (BCIF). Selain itu, pihak Yayasan ACT juga tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana yang diterima dari pihak Boeing.

Baca juga: Hari Ini, Bareskrim Kembali Limpahkan Berkas 4 Tersangka Kasus ACT ke Kejagung

"Diduga pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap melakukan dugaan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing," terang Syarief.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka yang merupakan pendiri dan petinggi dari ACT terkait penyelewengan dana tersebut. Keempatnya menjadi tersangka usai polisi melakukan gelar perkara pada Senin, 25 Juli 2022.

Mereka dijerat pasal berlapis berupa tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE) dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang.

Baca juga: Bareskrim Limpahkan Berkas Perkara 4 Tersangka Kasus ACT ke Kejagung

Perbuatan mereka merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45 a ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Kemudian, keempatnya juga dijerat Pasal 70 Ayat 1 dan ayat 2 jo Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Selain itu, para petinggi ACT tersebut juga dijerat Pasal 3, 4, 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU, Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP. Ancaman hukuman terhadap para terdakwa adalah pidana penjara maksimal 20 tahun.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 11 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
BERITA FOTO: Megawati Ingin Ganjar Ditampilkan Otentik, Sosok Dekat dengan Rakyat

BERITA FOTO: Megawati Ingin Ganjar Ditampilkan Otentik, Sosok Dekat dengan Rakyat

Nasional
BERITA FOTO: Puan Bacakan Hasil Rakernas PDI-P, Menangkan Ganjar Sebagai Presiden di 2024

BERITA FOTO: Puan Bacakan Hasil Rakernas PDI-P, Menangkan Ganjar Sebagai Presiden di 2024

Nasional
BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

Nasional
RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

Nasional
Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Nasional
RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Nasional
RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

Nasional
Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Nasional
Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Nasional
Calon Investor IKN Dijanjikan 'Tax Holiday' Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Calon Investor IKN Dijanjikan "Tax Holiday" Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Nasional
Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Nasional
PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

Nasional
Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com