JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Budi Santoso menyarankan pemerintah memberikan beasiswa pendidikan dokter spesialis.
Ia menilai langkah tersebut menjadi salah satu solusi untuk menjamin pemerataan dokter spesialis di seluruh wilayah Indonesia.
“Dokter spesialis saat ini, atau beberapa tahun ke depan (mendapatkan) beasiswa, disekolahkan, setelah itu mereka harus mengabdi di daerah-daerah yang kekurangan,” ujar Budi dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (14/11/2022).
Budi mengungkapkan, berdasarkan data 2019, dokter spesialis banyak menumpuk di provinsi besar Tanah Air seperti DKI Jakarta, Bali, dan Yogyakarta.
Baca juga: Asosiasi Pendidikan Kedokteran Sebut Distribusi Dokter di Tanah Air Tak Merata
Sebaliknya, minimnya jumlah dokter spesialis nampak di beberapa provinsi seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Maluku Utara, Sulawesi Tengah, hingga Kalimantan Barat.
“Jadi yang sebenarnya jadi problem menojol adalah maldistribusi. Oleh karena itu, meningkatkan produksi jangan dilupakan distribusi yang (juga harus) dikerjakan,” katanya.
Budi menceritakan, di tahun 1990, pemerintah pernah menerapkan kebijakan untuk mengangkat dokter umum menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Kebijakan tersebut membuat para dokter harus mengabdi pada negara dan tak menolak penugasan untuk bekerja di wilayah terpencil.
Baca juga: Menkes Akui Distribusi Dokter Belum Merata
Langkah itu diberlakukan untuk memeratakan populasi dokter di berbagai wilayah.
“Apakah bentuk demikian masih cocok? Tentu perlu mengalami kajian, karena data saat ini dokter-dokter itu banyak berkumpul di kota besar,” ujar Budi.
“Masyarakat terpencil yang harusnya menerima layanan (dokter) spesialis sekarang berkurang,” katanya lagi.
Diketahui, AIPKI menghadiri rapat bersama Baleg DPR untuk memberi masukan terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan omnibus law.
Sebab, RUU tersebut menjadi sebagai salah satu dari 38 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Namun, penyusunan RUU itu masih menimbulkan pro dan kontra.
Sebanyak lima organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menolaknya.
Kelimanya keberatan jika UU Profesi dihapus dalam penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Baca juga: Menko PMK Sebut Ketimpangan Distribusi Dokter Jadi Tantangan Terbesar Kesehatan Nasional
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.