JAKARTA, KOMPAS.com - Jajak Pendapat Litbang Kompas mengungkapkan, mayoritas responden percaya masyarakat Indonesia telah menjunjung tinggi toleransi.
Sebanyak 62,2 persen responden menilai masyarakat cukup masih menjunjung tinggi nilai toleransi. Sebanyak 10,4 persen responden menyatakan masyarakat sangat toleran.
“Pandangan ini semakin mengental di tingkat lebih mikro di mana mayoritas responden menyatakan selama ini tinggal di lingkungan yang toleran,” kata peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, Senin (14/11/2022).
Baca juga: Litbang Kompas: Masyarakat Harap Elite Tak Gunakan Politik Identitas pada Kampanye Pemilu 2024
Rangga menuturkan, jajak pendapat itu juga mengungkap nilai toleransi pada warga dengan usia muda lebih besar. Nilai toleransi pada masyarakat usia di bawah 40 tahun misalnya, mencapai 74 persen. Angka ini lebih besar dari masyarakat 40 tahun ke atas dengan selisih 4 persen.
Persentase ini semakin tinggi pada masyarakat usia kurang dari 24 tahun dengan angka 78 persen. Menurut Rangga, temuan ini menunjukkan nilai toleransi sudah bisa ditanamkan kepada generasi muda.
“Tingginya persepsi atas toleransi ini bisa dilihat sebagai fondasi kuat atas kohesi sosial bangsa,” ujar Rangga.
Meski demikian, Rangga mengingatkan bangunan toleransi dan kohesi bangsa tersebut juga dibayangi ancaman.
Jajak pendapat Kompas mengungkap dua persoalan yang bisa menjadi batu sandung dalam upaya menjaga nilai toleransi.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 15,1 Persen Warga Pilih Capres yang Didukung Jokowi
Pertama, persoalan isu toleransi beragama. Sebanyak 47,6 persen responden menilai sikap tenggang rasa dan toleransi dalam beragama perlu ditingkatkan.
Fenomena sejumlah gesekan beragama itu menunjukkan bahwa toleransi antarumat beragama harus diperkuat.
Ketegangan ini terlihat dari data Setara Institute. Lembaga tersebut mencatat, sepanjang 2021, terdapat 20 peristiwa penolakan pendirian rumah ibadah, 27 ujaran kebencian, 12 kasus penyerangan, dan 10 kasus perusakan tempat ibadah.
“Hal ini tentu menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia,” ujar Rangga.
Selain persoalan toleransi dalam beragama, Jajak Pendapat Litbang Kompas juga mengungkap ekspresi politik menjadi pekerjaan rumah.
Hampir sepertiga responden, kata Rangga, menilai toleransi antarpendukung politik cenderung mengganggu ikatan kebangsaan.
Persoalan ini tidak terlepas dari kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang membuat masyarakat terbelah dan meruncing. Meski telah berlalu, saat ini di masyarakat masih terdapat ujaran "cebong" dan "kadrun".
“Pemilihan Presiden 2019 turut berperan menjadi preseden buruk yang memancing persepsi intoleransi pada aspek kebebasan politik di Indonesia,” kata Rangga.
Selain itu, Jajak Pendapat Kompas juga mengungkap faktor yang memicu pengalaman traumatis di Pemilu 2019, yani penyebaran hoaks.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas PDI-P Tertinggi di Kalangan Gen Z, Perindo Keempat
Hal ini diungkapkan oleh 37,6 persen responden. Pandangan mereka selaras dengan temuan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mengungkap ribuan konten hoaks di ruang digital Indonesia saat Pemilu 2019.
Rangga menyebut, persoalan ini tidak terlepas dari media sosial yang cenderung tidak terkontrol. Di saat yang bersamaan, terdapat buzzer yang menggunakan politik identitas sebagai obyek politik.
“Hal ini diperparah oleh kehadiran pendengung (buzzer) politik yang terus memperkeruh hubungan pendukung antarkubu,” tutur Rangga.
Selain itu, tidak sedikit responden pesimistis Pemilu 2024 akan terbebas dari sikap intoleransi.
Adapun survei Litbang Kompas dilakukan dalam kurun waktu 8-10 November 2022. Survei dilakukan dengan mewawancarai 512 responden di 34 provinsi yang ditentukan secara acak.
Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen, nirpencuplikan penelitian lebih kurang 4,33 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Kendati demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.