JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Mahkamah Agung (MA) menggunakan personel militer sebagai petugas keamanan di tengah pengusutan kasus dugaan suap hakim agung dinilai membangun kesan bahwa lembaga tersebut tidak mau ‘diganggu’ lembaga hukum lain.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, kebijakan yang diambil di tengah penyidikan kasus suap hakim agung itu dinilai kurang tepat.
“Memberi pesan untuk tidak mau dalam tanda kutip diganggu para penegak hukum dengan memasang militer sebagai pengamanan,” kata Zaenur dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat (11/11/2022).
Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap di Mahkamah Agung
Dosen Fakultas Hukum UGM itu mengingatkan, saat ini MA sedang disorot oleh masyarakat. Oleh karenanya, MA semestinya membenahi kondisi internal mereka.
MA semestinya melakukan perubahan mendasar pada budaya kerja, tidak mentolerir gratifikasi dan suap, serta mendeklarasikan diri memerangi korupsi sekaligus internal mereka sendiri.
“Maka ya deklarasikan diri bahwa MA berperang melawan dirinya sendiri berperang melawan korupsi,” ujar Zaenur.
Ia mengingatkan, tanpa perubahan mendasar di lingkungan MA, maka dalam beberapa waktu kedepan masyarakat masih akan terus melihat hakim-hakim terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Hakim Agung Jadi Tersangka Korupsi, Wapres Nilai KPK Tidak Pandang Bulu
Peristiwa tersebut, kata dia, merupakan hal yang memalukan. Di saat yang bersamaan, kesejahteraan hakim terus diperbaiki meskipun terakhir kali dilakukan pada 2012.
“Tapi saya pikir alasan kesejahteraan sudah tidak relevan,” kata Zaenur.
“Maka ini alasannya ya karena menurut saya itu tadi budaya menerima suap yang itu sudah membudaya dari zaman dulu di setiap tingkatan,” sambungnya.
Sebagaimana diketahui, KPK melakukan tangkap tangan terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Mereka diduga melakukan suap terkait pengurusan perkara kasasi Intidana di MA.
Setelah dilakukan gelar perkara, KPK kemudian mengumumkan 10 orang tersangka dalam perkara ini.
Baca juga: Pimpinan MA Didesak Mundur Usai Dua Hakim Agung dan Pegawai Jadi Tersangka
Mereka adalah Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.
Sementara itu, tersangka pemberi ˜suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.