JAKARTA, KOMPAS.com - Eks hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, menilai bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi tantangan berat jelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.
Sebagai informasi, jika sesuai dengan tahapan yang disahkan KPU RI, pemungutan suara Pemilu 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024 sedangkan Pilkada Serentak digelar 27 November 2024.
Palguna beranggapan, tantangan berat yang dihadapi MK adalah banyaknya jumlah gugatan yang dilayangkan oleh para peserta pemilu maupun pilkada.
Baca juga: Pakar Desak Perppu Pemilu Dibuat Transparan, Singgung soal Penetapan Dapil
Total, terdapat pemilihan capres-cawapres, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten, serta pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati yang digelar pada tahun yang sama, 2024 nanti.
"Sesungguhnya, untuk kasus pilkada ini, secara substansi ini saya mengatakan adalah perkara yang paling mudah, sengketa pemilu dan pilkada, yang membuat rumit kan jumlahnya," kata Palguna dalam diskusi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Rabu (9/11/2022) di Hotel Atlet Century, Jakarta.
"Masa kewenangan memutus konstitusionalitas pemilu, misalnya dalam konteks pilkada, rentang waktu pemeriksaannya cuma 40 hari, sementara ada ratusan kasus," tambahnya.
Baca juga: Ketika Jokowi Dinilai Terlalu Ikut Campur Urusan Pilpres 2024...
Beban MK pada pemilu dan pilkada tahun-tahun sebelumnya memang lebih ringan ketimbang 2024 mendatang.
Sebelumnya, tidak seluruh pilkada digelar pada tahun yang sama dengan pemilu.
Jumlah hakim konstitusi yang hanya 9 orang, dibagi ke dalam 3 panel, dikhawatirkan keteteran menghadapi banyaknya gugatan yang mungkin timbul.
"Saya tidak mengerti bagaimana nanti, saya cuma bisa berdoa agar nanti para hakim konstitusi sehat-sehat semua," kata Palguna.
" Satu larangan bagi hakim konstitusi saat pilkada adalah dilarang sakit. Karena, kalau misalnya ada 1 saja sakit, susah. Apalagi sekarang akan berapa perkara, ini kita tidak tahu juga, semoga ada penyelesaiannya," pungkas hakim konstitusi 2015-2020.
MK pun saat ini menjadi sentral peradilan pilkada, dengan terbitnya putusan MK nomor 85/PUU-XX/2022 yang membatalkan pembentukan Badan Peradilan Pilkada yang semula diamanatkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dalam putusan itu, MK memutuskan bahwa merekalah yang berhak mengadili sengketa Pilkada 2024 dan seterusnya.
Tantangan bagi MK sudah pernah diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, sehubungan dengan batalnya pembentukan Badan Peradilan Pilkada.
Baca juga: Usung Anies, Nasdem Dinilai Patahkan Isu Pemilu 2024 Settingan
Ia menilai bahwa MK ditantang menyelesaikan persoalan-persoalan dalam Pilkada Serentak 2024 secara terpadu
Ia menjelaskan, persoalan pilkada selama ini terdiri dari berbagai masalah yang memiliki konsekuensi hukumnya sendiri namun saling berkaitan.
Di dalam pelaksanaan pilkada, terdapat sengketa proses, dugaan pelanggaran administrasi, hingga perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang mungkin terjadi.
Ada pula masalah pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang mungkin terjadi, tindak pidana pemilu, serta pelanggaran-pelanggaran lain.
Dalam penegakan hukum atas masalah-masalah barusan, ada berbagai lembaga yang terlibat dalam perannya masing-masing.
Bawaslu, misalnya, berperan dalam penindakan hukum pelanggaran administrasi, sengketa proses, serta tindak pidana pemilu.
Namun, dalam pelanggaran administrasi dan sengketa proses pemilu, proses banding dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sementara itu, tindak pidana pemilu juga melibatkan kepolisian dan kejaksaan.
Lalu, pelanggaran etika penyelenggara pemilu diproses oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ada pula Komisi ASN hingga Kemendagri yang dapat mengusut pelanggaran etik ASN dalam pemilu, dan lain-lain.
"Oleh sebab itu, ke depan MK mempunyai cakupan lebih besar untuk melihat persoalan pilkada secara integratif," ujar Bagja kepada Kompas.com pada Senin (3/10/2022).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.