Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/11/2022, 05:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, menilai bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) menghadapi tantangan berat jelang Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Sebagai informasi, jika sesuai dengan tahapan yang disahkan KPU RI, pemungutan suara Pemilu 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024 sedangkan Pilkada Serentak digelar 27 November 2024.

Palguna beranggapan, tantangan berat yang dihadapi MK adalah banyaknya jumlah gugatan yang dilayangkan oleh para peserta pemilu maupun pilkada.

Baca juga: Pakar Desak Perppu Pemilu Dibuat Transparan, Singgung soal Penetapan Dapil

Total, terdapat pemilihan capres-cawapres, DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kota/kabupaten, serta pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati yang digelar pada tahun yang sama, 2024 nanti.

"Sesungguhnya, untuk kasus pilkada ini, secara substansi ini saya mengatakan adalah perkara yang paling mudah, sengketa pemilu dan pilkada, yang membuat rumit kan jumlahnya," kata Palguna dalam diskusi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Rabu (9/11/2022) di Hotel Atlet Century, Jakarta.

"Masa kewenangan memutus konstitusionalitas pemilu, misalnya dalam konteks pilkada, rentang waktu pemeriksaannya cuma 40 hari, sementara ada ratusan kasus," tambahnya.

Baca juga: Ketika Jokowi Dinilai Terlalu Ikut Campur Urusan Pilpres 2024...

Beban MK pada pemilu dan pilkada tahun-tahun sebelumnya memang lebih ringan ketimbang 2024 mendatang.

Sebelumnya, tidak seluruh pilkada digelar pada tahun yang sama dengan pemilu.

Jumlah hakim konstitusi yang hanya 9 orang, dibagi ke dalam 3 panel, dikhawatirkan keteteran menghadapi banyaknya gugatan yang mungkin timbul.

"Saya tidak mengerti bagaimana nanti, saya cuma bisa berdoa agar nanti para hakim konstitusi sehat-sehat semua," kata Palguna.

" Satu larangan bagi hakim konstitusi saat pilkada adalah dilarang sakit. Karena, kalau misalnya ada 1 saja sakit, susah. Apalagi sekarang akan berapa perkara, ini kita tidak tahu juga, semoga ada penyelesaiannya," pungkas hakim konstitusi 2015-2020.

MK jadi sentral peradilan pilkada

MK pun saat ini menjadi sentral peradilan pilkada, dengan terbitnya putusan MK nomor 85/PUU-XX/2022 yang membatalkan pembentukan Badan Peradilan Pilkada yang semula diamanatkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam putusan itu, MK memutuskan bahwa merekalah yang berhak mengadili sengketa Pilkada 2024 dan seterusnya.

Tantangan bagi MK sudah pernah diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, sehubungan dengan batalnya pembentukan Badan Peradilan Pilkada.

Baca juga: Usung Anies, Nasdem Dinilai Patahkan Isu Pemilu 2024 Settingan

Ia menilai bahwa MK ditantang menyelesaikan persoalan-persoalan dalam Pilkada Serentak 2024 secara terpadu

Ia menjelaskan, persoalan pilkada selama ini terdiri dari berbagai masalah yang memiliki konsekuensi hukumnya sendiri namun saling berkaitan.

Di dalam pelaksanaan pilkada, terdapat sengketa proses, dugaan pelanggaran administrasi, hingga perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang mungkin terjadi.


Ada pula masalah pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang mungkin terjadi, tindak pidana pemilu, serta pelanggaran-pelanggaran lain.

Dalam penegakan hukum atas masalah-masalah barusan, ada berbagai lembaga yang terlibat dalam perannya masing-masing.

Bawaslu, misalnya, berperan dalam penindakan hukum pelanggaran administrasi, sengketa proses, serta tindak pidana pemilu.

Namun, dalam pelanggaran administrasi dan sengketa proses pemilu, proses banding dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Sementara itu, tindak pidana pemilu juga melibatkan kepolisian dan kejaksaan.

Lalu, pelanggaran etika penyelenggara pemilu diproses oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Ada pula Komisi ASN hingga Kemendagri yang dapat mengusut pelanggaran etik ASN dalam pemilu, dan lain-lain.

"Oleh sebab itu, ke depan MK mempunyai cakupan lebih besar untuk melihat persoalan pilkada secara integratif," ujar Bagja kepada Kompas.com pada Senin (3/10/2022).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Logo 'Pohon Hayat' Jadi Identitas Visual IKN

Jokowi Sebut Logo "Pohon Hayat" Jadi Identitas Visual IKN

Nasional
 Posisi MK yang Kian Terkunci untuk Tolak Proporsional Tertutup

Posisi MK yang Kian Terkunci untuk Tolak Proporsional Tertutup

Nasional
Hari Ini, Nindy Ayunda Kembali Diperiksa Terkait Kasus yang Menjerat Dito Mahendra

Hari Ini, Nindy Ayunda Kembali Diperiksa Terkait Kasus yang Menjerat Dito Mahendra

Nasional
Sri Mulyani Laporkan 6 Kandidat Dewan Komisioner OJK ke Jokowi

Sri Mulyani Laporkan 6 Kandidat Dewan Komisioner OJK ke Jokowi

Nasional
Baru 4 Hari di Rutan Cipinang, Mario Dandy Dipindah ke Lapas Salemba

Baru 4 Hari di Rutan Cipinang, Mario Dandy Dipindah ke Lapas Salemba

Nasional
Gugatan Praperadilan soal Penyidikan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Diputus Hari Ini

Gugatan Praperadilan soal Penyidikan Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri Diputus Hari Ini

Nasional
Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada 'Backing-mem-backing'

Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada "Backing-mem-backing"

Nasional
Cawe-cawe Jokowi dan Harapan untuk Pemilu Demokratis, Bukan demi Politik Praktis

Cawe-cawe Jokowi dan Harapan untuk Pemilu Demokratis, Bukan demi Politik Praktis

Nasional
Masyarakat Sipil Minta MK Tegur KPU soal Aturan Eks Terpidana Jadi Caleg

Masyarakat Sipil Minta MK Tegur KPU soal Aturan Eks Terpidana Jadi Caleg

Nasional
Profil Denny Indrayana, Pakar Hukum yang 'Ribut' soal Anies Bakal Dijegal dan Isu Putusan MK

Profil Denny Indrayana, Pakar Hukum yang "Ribut" soal Anies Bakal Dijegal dan Isu Putusan MK

Nasional
Menyoal 'Cawe-cawe' Presiden Jokowi

Menyoal "Cawe-cawe" Presiden Jokowi

Nasional
Presiden PKS Ingatkan Kadernya untuk Mundur jika Langgar Etika dan Hukum

Presiden PKS Ingatkan Kadernya untuk Mundur jika Langgar Etika dan Hukum

Nasional
Masa Jabatan Pimpinan KPK Berubah, Johan Budi Nilai UU KPK Perlu Direvisi

Masa Jabatan Pimpinan KPK Berubah, Johan Budi Nilai UU KPK Perlu Direvisi

Nasional
AHY, Khofifah, Aher Jadi Kandidat Utama Cawapres Anies, PKS: Terbuka Kemungkinan Muncul Nama Kejutan

AHY, Khofifah, Aher Jadi Kandidat Utama Cawapres Anies, PKS: Terbuka Kemungkinan Muncul Nama Kejutan

Nasional
 [POPULER NASIONAL] PDI-P Siapkan 10 Nama Cawapres untuk Ganjar | Pengakuan Tersangka Korupsi BTS

[POPULER NASIONAL] PDI-P Siapkan 10 Nama Cawapres untuk Ganjar | Pengakuan Tersangka Korupsi BTS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com