JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto mengatakan, ajudan petinggi Polri tidak seharusnya menangani pekerjaan rumah tangga atasannya.
Namun, berkaca dari kasus penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang menyeret mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo, terungkap bahwa banyak ajudan yang tugasnya mengurusi kepentingan keluarga pejabat polisi.
"Kalau sampai ajudan melakukan pekerjaan rumah tangga, jelas jauh dari tugas seorang ajudan," kata Bambang kepada Kompas.com, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Mantan Ajudan Sambo Dengar Putri Candrawathi Menangis di TKP Pembunuhan Brigadir J
Bambang mengatakan, sedianya ajudan petinggi Polri bertugas memberikan dukungan staf dan pelayanan administrasi sehari-hari kepada atasannya dalam tugas-tugas protokoler.
Namun, tak menutup kemungkinan ajudan diminta mengerjakan urusan pribadi atasan. Terkait ini, tidak ada aturan resmi soal rincian tugas ajudan.
Menurut Bambang, tak jadi masalah jika ajudan diperbantukan untuk kepentingan rumah tangga atasannya yang sifatnya insidentil. Namun, tak dapat dibenarkan urusan rumah tangga itu menjadi pekerjaan sehari-hari ajudan tersebut.
"Bisa dimaklumi bila hanya diminta tolong secara insidentil," ucap Bambang.
Bambang menyebutkan, ketika Polri dipimpin oleh Jenderal Sutarman sepuluh tahun lalu, pernah terbit surat edaran yang menyebutkan bahwa seorang pejabat Polri hanya boleh didampingi maksimal dua ajudan. Edaran juga menyebutkan bahwa istri petinggi Polri tak boleh punya ajudan sendiri.
Namun, aturan itu tak berjalan efektif. Faktanya, di lapangan, ajudan para petinggi Polri lebih dari dua personel.
Kini, ketentuan soal ajudan di Polri diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penugasan Anggota Kepolisian di Luar Struktur Organisasi. Akan tetapi, lagi-lagi aturan itu tak terlaksana dengan benar.
Aturan tersebut juga tidak terkesan memaksa karena tak ada sanksi bagi pejabat Polri yang menugaskan ajudan di luar ketentuan.
"Problemnya adalah bagaimana cara mengevaluasinya kalau semua itu sudah jamak dilakukan oleh mereka. Aturan tetap hanya sekedar aturan yang tak pernah dilaksanakan dengan benar," ujar Bambang.
Bambang menilai, sulit untuk mengevaluasi perihal peran ajudan Polri ini karena semua pihak turut berperan dan menikmatinya.
Berkaca dari kasus Ferdy Sambo saja, dia yang semula bertindak sebagai Kadiv Propam Polri justru melanggar banyak sekali aturan di kepolisian.
"Yang ada pada akhirnya lagi-lagi cuma imbauan dan retorika-retorika lip service belaka," kata Bambang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.