Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Uang Pengganti Rp 17 M, KPK Banding atas Vonis Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi

Kompas.com - 09/11/2022, 10:29 WIB
Syakirun Ni'am,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan banding atas putusan pengadilan terhadap Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi karena tidak diwajibkan membayar uang pengganti Rp 17 miliar.

Sebagaimana diketahui, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung hanya menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Rahmat Effendi, denda Rp 1 miliar, dan pencabutan hak politik.

“Terkait tidak dikabulkannya uang pengganti sebesar Rp 17 miliar,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (9/11/2022).

Baca juga: Terbukti Terima Suap, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Divonis 10 Tahun Penjara

Ali mengatakan, Jaksa KPK Siswhandono telah menyerahkan memori banding atas putusan Rahmat Effendi melalui Kepaniteraan Khusus Pengadilan Tipikor Bandung pada Senin (7/11/2022).

Selain persoalan uang pengganti yang tidak dikabulkan, dalam memori bandingnya Jaksa KPK juga mempersoalkan pembuktian penerimaan gratifikasi Rahmat Effendi.

Menurut Ali, Jaksa KPK yakin Rahmat Effendi berperan meminta uang kepada sejumlah instansi dan perusahaan. Perbuatan itu dilakukan secara langsung dan menggunakan kedudukannya sebagai Wali Kota Bekasi. Hal ini sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan.

“Sehingga instansi dan perusahaan yang diminta bersedia memberikan sejumlah uang,” kata Ali.

Baca juga: Wali Kota Nonaktif Bekasi Rahmat Effendi Dituntut 9 Tahun 6 Bulan Penjara Terkait Suap Rp 10 M

Jaksa KPK menilai, sejumlah pihak memberikan uang dengan pertimbangan karena yang meminta adalah Rahmat Effendi. 

Adapun panitia pembangunan Masjid Aryasakha, menurut KPK hanyalah kepanjangan tangan dari Rahmat dalam melakukan korupsi.

“Peran panitia hanya sebagai kepanjangan tangan untuk menerima uang,” ujar Ali. 

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Rahmat Effendi terbukti melakukan bersalah melakukan tindak pidana suap terkait pengadan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkab Bekasi.

Baca juga: KPK Jebloskan Penyuap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ke Lapas Sukamiskin

Rahmat kemudian dihukum 10 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan hak politiknya dicabut selama lima tahun.

Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meminta hakim menjatuhkan hukuman 9,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Jaksa juga menuntut Rahmat membayar uang pengganti Rp 8 miliar lebih.

Adapun dalam dakwaannya, Jaksa menyebut Rahmat Effendi menerima suap Rp 10 miliar dari persekongkolan pengadaan lahan di Kelurahan Sepanjang Jaya.

Ia juga disebut menerima uang Rp 7,1 miliar dari sejumlah aparatur sipil negara (ASN) maupun pejabat di lingkungan Pemkab Bekasi. Suap diberikan terkait lelang jabatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com