JAKARTA, KOMPAS.com - Peniliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) Hadar Nafis Gumay menilai bahwa pergantian anggota KPU di tingkat provinsi dan kabupaten/kota semestinya dilakukan serentak pada 2024, bukan 2023 sebagaimana usul KPU RI saat ini.
Hadar sepakat bahwa keserentakan pergantian anggota KPU daerah merupakan hal yang mendesak, sehingga perlu diusulkan saat ini. Akan tetapi, pergantian ini kurang tepat bila dilakukan pada 2023 karena tidak tuntas menyelesaikan problem.
"Menurut saya, hilangkan semua beban kerja dan potensi-potensi masalah yang akan timbul sampai pemilu dan pilkada itu semua tahapannya selesai dan juga ditambahkan beberapa waktu bagi mereka melakukan evaluasi," kata Hadar ketika dihubungi, Rabu (9/11/2022).
Baca juga: Masa Bakti Anggota KPU Daerah Diusulkan Berakhir Serentak pada 2023
"Setelah itu, barulah mereka diganti semua secara serentak dan kemudian dilakukan seleksi yang baru menuju pemilu 5 tahun berikutnya," tambahnya.
Saat ini, usul pergantian serentak anggota KPU daerah pada 2023 menjadi bagian dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu, yang mulanya disusun untuk merespons pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Papua.
Pergantian serentak ini diusulkan KPU RI dengan alasan agar mereka bisa fokus menyelenggarakan tahapan Pemilu 2024 yang sudah mulai sejak 14 Juni 2022, sehingga mereka yang mestinya menjabat hingga 2024 dan 2025 harus diganti lebih dini.
Sebab, dengan keadaan saat ini, akhir masa bakti anggota mereka di daerah sangat bervariasi, bahkan ada yang periode jabatannya berakhir pada waktu yang sangat dekat dengan pemilihan suara.
Baca juga: KPU Tegaskan Syarat Pencalonan Anggota DPD Sama untuk Pendatang Baru dan Petahana
Namun demikian, menurut Hadar, pergantian serentak yang dipercepat pada 2023 pun akan menimbulkan masalah yang kurang-lebih serupa, karena sama-sama terdapat seleksi di tengah tahapan pemilu.
Masalah itu meliputi; 1) tidak fokusnya para anggota yang harus ikut tes sekaligus menyelenggarakan tahapan pemilu, serta 2) potensi gugatan akibat hasil seleksi yang dapat memecah fokus KPU.
Di samping itu, percepatan pergantian anggota KPU daerah pada 2023 juga membuat negara perlu menggelontorkan uang kompensasi dengan nominal tembus Rp 150 miliar, selain munculnya peluang politisasi berupa "titipan" dari calon peserta Pemilu 2024.
Baca juga: Beda dengan KPU, Bawaslu Tak Usul Ganti Anggota Daerah Serentak 2023
"Oleh karena itu, justru perlu dilakukan perpanjangan, bukan mempercepat. Karena kalau mempercepat, selain gangguan-gangguan tadi, negara harus mengeluarkan uang kompensasi, dan berpotensi ada penolakan, dan penolakan itu bisa nanti akhirnya melalui proses hukum juga dan itu malah jadi merepotkan," jelas Hadar.
"Jadi, lebih baik fokus disitu saja, diperpanjang saja mereka. Dengan memperpanjang tidak perlu keluar itu uang kompensasi Rp 150 miliar, seperti biasa saja mereka mendapatkan honornya," pungkas mantan anggota KPU RI ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.