JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Police Watch (IPW) menduga Ismail Bolong mendapatkan tekanan sehingga mencabut pengakuan menyetorkan uang Rp 6 miliar kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto.
Pernyataan itu sebelumnya terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. Ia menyebut setoran diberikan terkait bisnis tambang batubara ilegal di Kalimantan Timur.
Selang beberapa waktu setelah video itu viral, Ismail kemudian menyatakan pernyataannya tidak benar.
“Keterangan testimoni kedua, kami menduga kuat Ismail Bolong mendapatkan tekanan dari pihak tertentu,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso saat ditemui awak media di Mabes Polri, Selasa (8/11/2022).
Baca juga: Mewahnya Rumah Ismail Bolong, Dijuluki ‘Pak Bos’ di Lingkungan Sekitarnya
Sugeng menilai, pada pernyataan pertama yang beredar, Ismail bisa menyebutkan dengan detail waktu peristiwa hingga jumlah uang yang diberikan.
IPW meminta Mabes Polri membentuk tim khusus (Timsus) karena Andrianto merupakan jenderal bintang tiga. Sementara, Divisi Propam Polri hanya dipimpin oleh jenderal bintang dua.
“Oleh karena itu, melalui mekanisme pemeriksaan yang adil tentu dengan semua pihak dan itu hanya bisa dilakukan oleh Timsus,” ujar Sugeng.
Menurut Sugeng, meski Ismail telah mencabut keterangannya, apa yang ia sampaikan sebelumnya tetap harus didalami. Tujuannya, agar terdapat kepastian terkait kebenaran kasus tersebut.
Baca juga: Isran Noor: Kaltim Jadi Terkenal gara-gara Ismail Bolong
Ia menyebut terdapat dokumen hasil pemeriksaan terkait kasus dugaan setoran uang dari bisnis tambang ilegal ini.
“Jadi ini harus didalami supaya tidak menjadi fitnah dan kemarin kan sudah ada yang melaporkan kalau tidak salah dari Prodem,” tutur Sugeng.
Sebelumnya, dalam sebuah video yang beredar di media sosial Ismail mengaku menjadi pengepul batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saat itu, ia menjabat sebagai Satuan Intelijen dan keamanan (Sat Intelkam) Kepolisian Resor Samarinda.
Ismail mengaku menyetor uang Rp 6 miliar dalam tiga tahap, yakni September, Oktober, dan November 2021. Uang itu bersumber dari penjualan batubara yang dikumpulkan sekitar Rp 5-10 miliar per bulan.
Namun, selang beberapa waktu setelah pernyataan itu beredar luas di media sosial, Ismail mengklarifikasi pernyataannya.
Ia meminta maaf kepada Komjen Agus Andrianto dan menyatakan informasi dalam video yang beredar sebelumnya tidak benar. Ia mengaku, pernyataannya yang pertama direkam di bawah tekanan bawahan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan.