JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, ganjaran yang diberikan kepada para tersangka Tragedi Kanjuruhan harus seimbang dengan perbuatan demi keadilan bagi para korban.
“Jatuhnya nyawa 135 korban sangat tidak adil jika dijawab hanya dengan sanksi ringan seperti pendisiplinan berupa mutasi atau pemecatan. Itu jauh dari timbangan keadilan," kata Usman dalam keterangan pers pada Kamis (3/11/2022).
Usman mengatakan, saat ini masyarakat menanti langkah pemerintah untuk benar-benar memberikan keadilan bagi para korban meninggal dan luka dalam peristiwa maut itu.
"Masyarakat menunggu bukti komitmen otoritas negara untuk menegakkan hukum yang berlandaskan keadilan korban dan keluarganya,” ujar Usman.
Mengutip laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang 45 tembakan gas air mata oleh aparat Polri dalam Tragedi Kanjuruhan, Usman berpendapat hal itu adalah bentuk penggunaan kekuatan yang berlebihan dan tidak bisa dibenarkan.
“Bahkan, di rentang waktu tersebut, ada 11 tembakan yang dilakukan dalam kurun waktu sembilan detik. Dan ini dilakukan di area terbatas di mana penonton terkurung. Sadis,” ujar Usman.
Baca juga: Mahfud: Sebelum Tragedi Kanjuruhan Selalu Dibentuk TGIPF, tapi Ompong
Menurut laporan Komnas HAM, Tragedi Kanjuruhan yang menelan 135 korban jiwa merupakan pelanggaran hak asasi manusia akibat pengelolaan pertandingan sepakbola yang tidak mengedepankan keamanan dan keselamatan dan terjadi akibat adanya penggunaan kekuatan berlebihan dari aparat keamanan.
Komnas HAM menyebut penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan.
Laporan Komnas mengatakan aparat yang menembakkan gas air mata di dalam stadion merupakan unsur gabungan Brimob dan Sabhara.
Menurut hasil investigasi Komnas HAM, aparat kepolisian menembakkan sekitar 45 tembakan gas air mata usai laga antara Arema FC melawan Persebaya pada 1 Oktober 2022 lalu.
Komnas HAM menyatakan, sebanyak 27 tembakan terlihat dalam video. Sementara 18 lainnya terkonfirmasi dari suara tembakan di dalam Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Baca juga: Kawal Proses Ekshumasi Korban Tragedi Kanjuruhan, Polres Malang Siagakan 250 Personel
Sejauh ini terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagi tersangka, yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Kabag Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki III Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Ahmadi.
Keenam tersangka itu saat ini sudah ditahan di Polda Jawa Timur.
Ahmad Hadian Lukita, Abdul Haris, dan Suko Sutrisno disangkakan melanggar Pasal 359 dan atau 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat 1 Jo 52 UU 11 tahun 2003 tentang Keolahragaan.
Sedangkan Kompol Wahyu Setyo Pranoto, AKP Hasdarman, dan AKP Bambang Sidik Ahmadi dijerat Pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Baca juga: Komnas HAM: 6 Tersangka Kasus Kanjuruhan Tidak Cukup
"Kami berharap itu bisa memberikan terangnya peristiwa dan menjadi daya dorong untuk mendorong rasa keadilan itu, siapa pun pelakunya ya harus bertanggung jawab, bagi kami 6 enggak cukup," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Selain dugaan pelanggaran HAM, Komnas HAM dalam laporannya menyatakan menemukan sistem pengamanan pertandingan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA, yaitu melibatkan kepolisian dan TNI.
Aturan yang dilanggar adalah masuknya serta penembakan gas air mata, serta penggunaan simbol-simbol keamanan yang dilarang dan fasilitas kendaraan.
"Pelanggaran terhadap aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain pengamanan dalam seluruh pertandingan sepakbola yang menjadi tanggung jawab PSSI, tidak memperdulikan prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA," tulis Komnas HAM.
Baca juga: 7 Poin Penting Hasil Penyelidikan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan
Hal ini tercermin dalam pengaturan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PSSI dan kepolisian.
PSSI juga dinilai mengabaikan norma dan prinsip keselamatan serta keamanan dalam proses penyusunannya.
Komnas HAM juga menemukan peran security officer dalam pertandingan saat itu minim dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan, dan kendali pengamanan.
Selain itu, Komnas HAM menyatakan penyebab korban berjatuhan saat itu adalah karena penembakan gas air mata yang kedaluwarsa.
Baca juga: Mahfud Sebut Laporan Komnas HAM soal Tragedi Kanjuruhan Lebih Keras
Di dalam laporan Komnas HAM, penembakan gas air mata ke arah penonton di Stadion Kanjuruhan adalah bentuk penggunaan kekuatan yang berlebihan.
Komnas HAM juga menemukan tindak kekerasan di dalam dan luar lapangan oleh aparat TNI terhadap para suporter.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.