JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Erlina Burhan mengatakan, Covid-19 subvarian Omicron, XBB banyak menyerang orang yang belum pernah terinfeksi Covid-19.
Hal ini berkaca dari kasus XBB di Singapura. XBB merupakan subvarian yang predominan di Singapura.
Kasusnya mencapai hingga 54 persen kasus pada minggu kedua Oktober 2022, yang pada minggu sebelumnya hanya 22 persen.
"Yang dilaporkan Singapura, kasus infeksi Covid-19 ini didominasi oleh orang yang pertama kali terinfeksi Covid-19. Jadi orang yang tidak pernah Covid-19 maka risikonya lebih tinggi dibandingkan orang yang pernah Covid-19," kata Erlina dalam konferensi pers IDI secara daring di Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Baca juga: Kabar Gembira! Subvarian XBB dan Omicron BA.2.75 Tak Merebak di Indonesia
Berdasarkan usianya, Erlina menyebut, XBB banyak menyerang usia muda dengan rentang 20-39 tahun.
Kendati begitu, kasus infeksi parah hingga harus dirawat lebih banyak menyerang kelompok lansia berusia di atas 70 tahun.
Hal ini, kata Erlina, dipengaruhi oleh imunitas lansia yang relatif lebih rendah.
Lansia juga lebih banyak memiliki penyakit komorbid yang membuat tingkat keparahan pasca-infeksi Covid-19 meninggi.
"Jadi yang muda-muda, walaupun banyak terserang XBB ini, mereka lebih aman. Tidak perlu perawatan. Yang dirawat adalah yabg di atas 70 tahun karena imunitasnya turun," ucap dia.
"Oleh karena itu hati-hati pada masyarakat lansia. Walaupun secara umum kasusnya ringan, tapi bila menyerang lansia ini memerlukan perawatan di RS," kata Erlina.
Lebih lanjut Erlina menyebut, gejala yang timbul akibat terinfeksi subvarian XBB adalah demam, batuk, lemas, sesak, nyeri kepala, pilek, mual, muntah, diare, dan nyeri tenggorokan.
Baca juga: Subarian XBB Terdeteksi di Indonesia, Wapres Ingatkan Status Pandemi Belum Dicabut
Gejala berat lain yang mungkin timbul adalah gejala anosmia dan ageusia. Kendati begitu, belum ada laporan bukti ilmiah resmi yang menyatakan tingkat keparahan XBC maupun XBB lebih atau sama dengan Delta.
"Gejala anosmia yang merupakan gejala dari varian Delta mungkin terjadi, tetapi kita belum tahu, belum ada bukti ilmiahnya, apalagi di Indonesia belum ada kasusnya. Hingga saat ini masih dinyatakan mirip dengan Omicron yang lain," ujar dia.
Subvarian XBB pertama kali ditemukan pada Agustus 2022 di India.
Data WHO menyebutkan, sejak 17 Oktober 2022, XBB sudah dilaporkan ada di 26 negara, seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
Subvarian ini pun telah masuk ke Indonesia dengan jumlah kasus infeksi yang terakhir kali dilaporkan Kemenkes berjumlah 4 orang.
Tercatat selama dua minggu terakhir, kasus Covid-19 di Indonesia mulai meningkat. Namun, belum bisa dipastikan ada pengaruh dari XBB atau varian sebelumnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.