JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah melanggar aturan yang dibuatnya sendiri dalam perjanjian kerja sama (PKS) antara PSSI dan Polri tentang penyelenggaraan pertandingan sepak bola.
Pasalnya, menurut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, PKS yang diinisiasi Polri itu justru melanggar aturan buatan PSSI dan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
"PKS itu adalah desain pengamanan secara umum, bagaimana penyelenggaraan sepak bola oleh PSSI yang melibatkan kepolisian, tapi kalau kita baca secara substansi, isi PKS itu ya melanggar aturan dari PSSI maupun FIFA," kata Anam dalam konferensi pers, Rabu (2/11/2022).
Baca juga: Komnas HAM Ingin Temui FIFA di Swiss, Jelaskan Temuan soal Tragedi Kanjuruhan
Komnas HAM mengungkapkan, dalam penyusunan PKS tersebut, PSSI tidak menjelaskan aturan-aturan FIFA secara spesifik kepada Polri.
Anam menyebutkan, PSSI juga tidak menawarkan konsep pengamanan yang sesuai dengan aturan FIFA atau sekadar menginformasikan mana hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh polisi.
"(Aturan) itu tidak dipertahankan oleh PSSI, PSSI juga enggak men-drafting itu bahkan menyerahkan proses pengamanannya kepada kepoilsian," kata Anam.
Pada akhirnya, PKS antara PSSI dan Polri pun menjadi dokumen resmi mengenai pedoman pengaturan keamanan dan keselamatan meski melanggar regulasi PSSI dan FIFA.
Hal inilah yang menyebabkan adanya penggunaan gas air mata oleh kepolisian dalam mengamankan pertandingan sepak bola seperti yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022 lalu.
"Ini memang secara problem serius, itu menjadi cikal bakal kenapa kok ada Brimob masuk, ada Brimob membawa gas air mata, ada barakuda di situ, ada Sabhara di situ dan sebagainya," kata Anam.
Sebagaimana diketahui, kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema versus Persebaya digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).
Tragedi itu menelan banyak korban jiwa dan korban luka. Hingga 24 Oktober 2022, tercatat 135 orang meninggal dunia. Sementara, ratusan korban lainnya luka ringan hingga berat.
Baca juga: Komnas HAM: Total 45 Gas Air Mata Ditembakkan Aparat Saat Tragedi Kanjuruhan
Banyaknya korban yang jatuh diduga karena kehabisan oksigen dan berdesakan setelah aparat menembakkan gas air mata ke arah tribune.
Sejauh ini, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ini, tiga di antaranya personel Polri.
Mereka adalah berinisial WSS yang menjabat Kabag Operasi Polres Malang, lalu berinisial H selaku Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur, dan berinisial BSA yang menjabat Kasat Sammapta Polres Malang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.