Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/11/2022, 06:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLISI tembak polisi, CCTV yang mati, agaknya frasa itu tak lagi hanya sekadar lelucon, tapi sudah menjadi ciri baru yang ditunjukkan oknum institusi Polri dalam “menyelesaikan” urusan yang menimpanya agar lebih mudah dan instan solusinya.

Ini membuat publik semakin kritis meninjau kembali kasus-kasus yang sudah lama dipeti-eskan atau mangkrak tanpa kejelasan kebenarannya.

Tindakan para oknum dilakukan tidak dengan perkiraan yang cermat. Maka kasus-kasus baru yang bermunculan kemudian justru menjadi clue bagi terbongkarnya kasus-kasus lawas yang tersembunyi, namun menyisakan misteri.

Di zaman ketika banyak “mata digital” menyaksikan sebuah peristiwa kejahatan, sulit bagi mata biasa berkelit. Maka perilaku atau tindak oknum polisi yang menghilangkan bukti dengan cara manual menjadi bentuk “kebodohan unfaedah”.

Kita tentu harus belajar dari pengalaman keberhasilan Polri dalam menyingkap kejahatan kasus Ferdy Sambo dalam skenario pertama yang gagal.

Ketika sambo menggunakan media WhatsApp dalam merancang skenario pembunuhan atas Brigadir Josua bersama penasihat kepolisian dan dengan mudah dapat dideteksi oleh kecanggihan digital forensik.

Demikian juga dukungan keberadaan CCTV sebagai perekam bukti kejahatan, yang kemudian memudahkan tim penyidik untuk memastikan bahwa kejadian di Duren Tiga adalah kasus kejahatan pembunuhan berencana.

Setidaknya dalam dua peristiwa kasus yang melibatkan institusi Polri melakukan pelanggaran obstuction of justice yang sama atas kasus yang menderanya.

Dalam kasus Sambo yang terkenal dengan lelucon satirnya, polisi tembak polisi yang mati CCTV, kali ini berulang dalam kasus tragedi di Stadion kanjuruhan Malang.

Fakta bahwa polisi menembakkan gas air mata tak hanya di tengah lapangan, tapi hingga merangsek ke tribun, tapi justru CCTV yang“dilenyapkan” datanya.

Sama-sama bentuk upaya obstuction of justice dari para pelaku tindakan kejahatan yang melanggar prosedural penanganan keamanan dalam sebuah pertandingan olah raga dengan penggunaan senjata api.

Apalagi faktanya dalam kesaksian para petugas keamanan menolak tuduhan telah melakukan tindakan tidak prosedural dengan menembakkan gas air mata langsung ke tribun. Mereka berdalih asap dari gas air mata itu terbawa angin hingga ke tribun penonton.

Padahal begitu banyak "mata kamera" yang menyajikan fakta bahwa gas air mata memang langsung ditembakkan ke tribun. Dan hal itu tak bisa dibantah sekalipun dengan melenyapkan bukti rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan.

Kasus dihapusnya rekaman kamera CCTV Stadion Kanjuruhan dalam pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022, yang menyebabkan jatuhnya korban tewas 134 orang terungkap dalam laporan hasil investigasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Data rekaman CCTV yang dihapus berdurasi 3 jam 21 menit lebih. Rekaman CCTV yang dihapus berlokasi di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Nasional
Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Nasional
Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Nasional
TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

Nasional
KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

Nasional
Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Nasional
Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Nasional
2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Airlangga Sebut Wacana Jokowi Pimpin Koalisi Besar Belum Pernah Dibicarakan

Nasional
KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

KPK Panggil Wakil Ketua MPR Jadi Saksi Korupsi APD Covid-19

Nasional
Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Bea Cukai Pangkalan Bun Gagalkan Penyelundupan 50 Bungkus Rokok Ilegal

Nasional
90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

90 Proyek Strategis Nasional Belum Selesai, Jokowi Tambah 14 Proyek Lagi

Nasional
Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Pimpinan Baleg Usul Kegiatan DPR Terpusat di Jakarta, tapi Ditolak Pemerintah

Nasional
KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

KPK Periksa Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar dan 9 Terpidana Korupsi Jadi Saksi Dugaan Pungli di Rutan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com