JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penasihat hukum terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terhadap pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Arif Rachman Arifin menilai, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat diterima.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum Arif, Junaedi Saibih dalam sidang dengan agenda nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (29/10/2022).
Junaedi berpendapat, Arif merupakan pejabat pelaksana yang menjalankan tugas dari atasannya kala itu, Ferdy Sambo yang menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Keamanan (Kadiv Propam) Polri selaku pejabat pemerintah penyelenggara.
Sehingga, dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa Arif terlibat merintangi penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto tidak dapat diterima.
Baca juga: Ekspresi Tak Biasa Sambo Usai Brigadir J Tewas, AKBP Acay: Wajahnya Memerah, Merokok Sendirian
“Bahwa telah terang dan jelas terdakwa Arif Rachman selaku pejabat pemerintah pelaksana dalam melaksanakan segenap tindakan sebagaimana didakwakan jaksa dilakukan sebagaimana perintah Ferdy Sambo,” ujar Junaedi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022).
Dalam dakwaan, Arif disebut dengan sengaja mematahkan laptop yang digunakan untuk menyimpan file rekaman kamera CCTV di tempat kejadian perkara, yang memperlihatkan rekaman sebelum Brigadir J tewas ditembak oleh Richard Eliezer atas perintah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Baca juga: Brigjen Hendra, Kombes Agus, dan AKP Irfan Kekeh Mengaku Tak Tahu Ferdy Sambo Karang Cerita
Menurut dakwaan, hal itu bermula saat Arif menemui Sambo untuk menceritakan rekaman kamera CCTV yang dia lihat berbeda dari keterangan, yakni tidak terlihat ada tembak-menembak antara Yosua dan Eliezer.
Arif lalu melapor kepada Brigjen Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai eks Karopaminal Divpropam Polri dan Ferdy Sambo pada 13 Juli 2022 sekitar pukul 20.00 WIB.
Saat mendengarkan pernyataan itu, Ferdy Sambo murka dan memerintahkan supaya Arif menghapus seluruh rekaman kamera CCTV itu.
Baca juga: Agus Nurpatria Rangkul Irfan Widyanto, Suruh Amankan CCTV Dekat Rumah Sambo
Menurut kuasa hukum Arif, tindakan yang dilakukan kliennya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) administrasi dalam menjalankan perintah atasan yang sah.
Akan tetapi, kata dia, apabila tindakan tersebut diduga mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan yang bersifat melawan hukum oleh penguasa maka tindakan tersebut harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Junaedi menilai, sanksi atas hasil pengujian tindakan tersebut hanyalah dapat berupa sanksi administrasi bukan pidana.
“Sehingga kami mohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan aquo tidak dapat diterima,” papar Junaedi.
Baca juga: Soal Penghilangan CCTV, Hendra Kurniawan: Kami Hanya Laksanakan Perintah Sambo
Diketahui, tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para terdakwa disebut jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.