JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah melakukan penyelidikan terhadap perusahaan farmasi yang terbukti mengeluarkan produk dengan kandungan yang menyebabkan gagal ginjal akut progresif atipikal.
Adapun diduga gagal ginjal akut ini disebabkan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, penyelidikan tersebut harus segera dilakukan untuk mengetahui asal senyawa berbahaya tersebut didapatkan.
"Segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan produsen dan penyedia obat cair atau sirup yang diduga mengandung etilen glikol dan dietilen glikol," ujar Isnur dalam keterangan tertulis, Selasa (25/10/2022).
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Ombudsman Sebut Kemungkinan Sanksi Pidana Bagi Perusahaan Farmasi
Isnur juga mendesak agar pemerintah segera mengambil tindakan perlindungan yang komprehensif untuk masyarakat dan para korban keracunan obat itu.
Dia menilai, pemerintah harus melakukan pencegahan efektif dan rehabilitasi korban yang terindikasi mengalami dampak dari keracunan obat yang mengandung senyawa etilen glikol atau dietilen glikol tersebut.
"(Juga) memprioritaskan seluruh layanan dan fasilitas kesehatan untuk kasus ini serta melibatkan peran serta orangtua, keluarga dan masyarakat," imbuh Isnur.
Di sisi lain, pemerintah juga diminta memikirkan nasib anak-anak yang kini sedang diserang penyakit.
Dengan dilarangnya penggunaan obat sirup, pemerintah selayaknya menyiapkan alternatif pengganti obat yang mudah dikonsumsi anak-anak.
"Pemerintah segera menyiapkan alternatif obat bagi anak selain obat sirup atau cair," ujar dia.
Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak, Dokter Undip: Orangtua Lakukan Ini
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) di Indonesia sudah mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 Provinsi per 23 Oktober 2022.
Sedangkan angka kematian akibat keracunan obat ini mencapai 141 anak dan balita.
Penderitanya masih didominasi oleh balita, dengan rincian 25 kasus diderita oleh anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, 161 kasus diderita oleh anak usia 1-5 tahun, 35 kasus diderita oleh anak usia 6-10 tahun, dan 24 kasus diderita oleh anak usia 11-18 tahun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.