JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengaku optimistis masalah politik uang dalam pemilihan umum di Indonesia bisa dibereskan.
Meski demikian, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, mengakui bahwa masalah politik uang masih jadi pekerjaan rumah (PR) besar.
"Optimis dapat diselesaikan jika semua orang bergerak melawannya," kata Lolly kepada wartawan pada Jumat (21/10/2022).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga sempat mengaku ragu, dalam podcast-nya dengan Rocky Gerung, bahwa politik uang akan lenyap pada 2024.
Baca juga: Mahfud Ragu Politik Uang Hilang di 2024, Bawaslu Klaim Sudah Siapkan Langkah Strategis
Ia menyinggung soal faktor ekonomi yang membuat pemilih mungkin berpikir untuk mengiyakan tawaran uang dari politikus.
Sementara itu, Lolly mengaku optimistis karena pemilih rasional di Indonesia makin berkembang, seiring bergesernya tren politik negara dari sistem otoritarian ke demokrasi.
"Dalam ranah pengawasan, Bawaslu melakukan pengawasan melekat, khususnya dalam tahapan-tahapan yang rentan terjadi politik uang, seperti kampanye, menjelang pungut hitung, maupun rekapitulasi hasil," kata dia.
Baca juga: Hakim Agung Sebut Politik Uang Saat Pemilu merupakan Masalah Sosiologis
"Kedua, melakukan patroli pengawasan dengan menggerakkan semua jajaran pengawas dalam tahapan masa tenang dan pungut hitung," lanjut eks anggota Bawaslu Jawa Barat tersebut.
Namun, untuk memberantas politik uang, Bawaslu mengaku butuh komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, meskipun Lolly mengeklaim Bawaslu sudah mempunyai sejumlah langkah antisipasi terhadap pergerakan politik uang pada 2024.
"Tentu saja Bawaslu tidak bisa bertindak sendiri. Perlu komitmen dari seluruh stakeholder maupun masyarakat secara umum," ujar Lolly.
Sementara itu, Hakim Agung Irfan Fachruddin memiliki pendapat berbeda soal politik uang setiap kali perhelatan pemilu di Indonesia.
Bukan menyoroti masalah ekonomi an sich, Irfan menyinggung bahwa fenomena politik uang mungkin disebabkan oleh latar belakang sosiologis.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi Rapat Koordinasi Nasional Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI hari ini.
"Politik uang ini kan sudah jelas aturannya, sudah terang sanksinya, kenapa tetap berlangsung?" ungkap Irfan dalam diskusi yang disiarkan langsung via YouTube Bawaslu RI, Selasa (20/9/2022).
Baca juga: Babak Baru Kasus Kampanye Zulhas di Lampung, Dicurigai Politik Uang, Bawaslu Didesak Bertindak
"Ada aturannya tapi tetap dilanggar itu bagaimana? Ini (masalah) sosiologis," ia menambahkan.
Irfan menambahkan bahwa secara faktual, politik uang memang masih menjadi fenomena yang marak di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyinggung soal besarnya perkara politik uang pada Pemilu 2019.
Ketika itu, terdapat 380 putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) terkait tindak pidana pemilu. Politik uang menyumbang kasus terbanyak (69 terpidana), disusul memberikan suara lebih daru 1 kali (65 terpidana) dan penggelembungan suara (43 terpidana).
Padahal, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu jelas sudah melarang politik uang lewat Pasal 523, serta mengatur sanksinya bagi pelaksana, petugas, dan peserta kampanye.
Titi juga menyitir survei Global Corruption Barometer di mana dari 7 pemilih di Asia, 1 di antaranya terpapar politik uang, dan Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam hal ini dengan 26 persen pemilihnya terpapar politik uang. Hanya Thailand dan Filipina yang lebih buruk dari Indonesia dalam hal ini.
"Ini masalah faktual. Kalau lebih banyak yang tidak menegakkan dibanding yang menegakkan, di mana pun tidak akan tegak," kata Irfan.
"Persoalan ini perlu dibicarakan bersama. Di sini kan para pemuka masyarakat. Tolong diselesaikan secara sosiologis," ungkapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.