JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan instruksi agar seluruh apotek tidak menjual obat bebas maupun obat bebas terbatas dalam belum cair untuk sementara waktu.
Hal itu terkait gangguan ginjal akut misterius alias gangguan ginjal akut progresif atipikal (acute kidney injury/AKI) yang menyerang anak-anak belum lama ini.
Larangan bagi apotek tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak.
Instruksi itu bukan tanpa alasan. Sebab, berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat 192 kasus gangguan ginjal akut misterius di 20 provinsi hingga 18 Oktober 2022.
Baca juga: Kemenkes Catat Penderita Gagal Ginjal Akut Misterius Bertambah Jadi 206, 99 Meninggal
Data tersebut berasal dari cabang IDAI dan merupakan kasus kumulatif sejak Januari 2022. Dengan rincian, 2 kasus di bulan Januari; 2 kasus di bulan Maret; 6 kasus pada bulan Mei; 3 kasus pada Juni; 9 kasus di bulan Juli; 37 kasus di bulan Agustus; dan 81 kasus di bulan September.
"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis instruksi tersebut dikutip Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Selain menginstruksikan apotek, Kemenkes juga meminta tenaga medis pada fasilitas pelayanan kesehatan termasuk para dokter tidak meresepkan obat cair/sirup kepada pasien.
Dalam instruksi yang sama, Kemenkes meminta orang tua yang memiliki anak, terutama usia balita untuk sementara tidak mengonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten.
Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah juga lebih mengedepankan tata laksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis.
Baca juga: Kemenkes Temukan Jejak Senyawa pada Obat yang Dikonsumsi Pasien Gangguan Ginjal
Kemudian, untuk fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) bersama dinas kesehatan (Dinkes) setempat diinstruksikan agar memberikan edukasi agar orang tua lebih waspada, utamanya jika memiliki anak dengan usia di bawah enam tahun yang memiliki gejala gangguan ginjal.
Gejala yang ditemukan berupa penurunan volume atau frekuensi urin maupun tidak ada urin, dengan atau tanpa demam atau gejala prodromal lain.
Apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasyankes harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis (cuci darah) anak.
Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
"Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan," tulis instruksi tersebut.
Baca juga: Kemenkes Terbitkan Panduan Penanganan Gangguan Ginjal Akut, Ini Isinya
Instruksi Kemenkes datang sehari setelah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau para orang tua untuk tidak memberikan obat batuk atau parasetamol sirup sementara waktu.