JAKARTA, KOMPAS.com - Seseorang yang bersiul hingga membujuk orang lain untuk melakukan aborsi di lingkungan pendidikan Kementerian Agama kini dikategorikan telah melakukan tindakan kekerasan seksual.
Ketentuan itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Aturan ini ditandatangani Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta pada 5 Oktober 2022.
Baca juga: Azyumardi Azra Wafat, Menag: Indonesia Kehilangan Intelektual Kaliber Dunia
Secara garis besar, bentuk kekerasan seksual ini meliputi perbuatan yang dilakukan, baik secara verbal maupun non-fisik dan fisik melalui teknologi informasi ataupun komunikasi.
Setidaknya, ada 16 kategori yang masuk klaster kekerasan seksual yang diatur dalam beleid itu.
Pertama, menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, ataupun identitas gender korban.
“(Kedua) menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban,” demikian penggalan salah satu poin aturan tersebut, dikutip Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Baca juga: Polemik Gereja di Cilegon, Menag Panggil Wali Kota Cilegon Pekan Ini
Ketiga, membujuk, menjanjikan, menawarkan seauatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
Keempat, menatap korban dengan nuansa seksual maupun tidak nyaman.
Kelima, mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi pada ruang yang bersifat pribadi.
Keenam, memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
Ketujuh, menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban. Kedelapan, melakukan percobaan pemerkosaan.
Kesembilan, melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat alat kelamin.
Baca juga: Kekerasan di Pondok Pesantren Berulang, Menag Soroti Pola Pengasuhan
Berikutnya, mempraktikkkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual. Lalu, memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
Ke-12, membiarkan terjadinya kekerasan seksual. Ke-13, memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa kekerasan seksual.
Selanjutnya, mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun eudah dilarang korban.
Ke-15, mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, atau visual korban yang bernuansa seksual.
Terakhir, melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.