JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Teddy Minahasa, Henry Yosodiningrat mengungkapkan alasan kliennya menunda pemeriksaan terkait kasus narkoba di Divisi Profesi dan Pengaman (Divpropam) Polri Senin (17/10/2022) kemarin.
Henry mengatakan, Teddy sedang sakit gigi dan harus menjalani tindakan pengobatan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
"Kondisi kesehatannya sangat mengganggu, masalah gigi, itu giginya dicabut," ujar Henry saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022).
Pendiri Gerakan Anti Narkoba (Granat) ini menyebut kliennya tidak bisa dipaksa untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
Karena tindakan pencabutan gigi memiliki efek pada syaraf yang menyebabkan sakit kepala.
"Kita enggak tahu dampak setelah dilakukan tindakan itu apakah masih berdenyut-denyut, karena gigi berhubungan dengan syarat kepala harus kita lihat," tutur dia.
Henry menyebut sudah berkoordinasi dengan Divpropam Polri terkait penundaan itu.
Setelah tindakan, ujar Henry, kliennya akan kooperatif melanjutkan pemeriksaan lanjutan.
"Rencananya hari ini diperiksa lanjutan," kata dia.
Adapun sebelumnya, Divpropam Polri menunda pelaksanaan pemeriksaan etik terhadap Irjen Teddy Minahasa.
"Untuk IJP TM pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik diundur," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Pemeriksaan itu digelar terkait keterlibatan Irjen Teddy dalam kasus narkoba berawal dari laporan masyarakat terkait jaringan peredaran gelap narkoba.
Berangkat dari situ, Polda Metro Jaya pun mengamankan tiga orang dari unsur masyarakat sipil serta menemukan keterlibatan sejumlah polisi, termasuk Teddy.
Atas dugaan tersebut, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menjemput dan melakukan pemeriksaan etik dan pidana terhadap Teddy.
Teddy telah ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (15/10/2022) setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya pada Kamis (13/10/2022).
Ia dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.