Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mokh Khayatul Rokhman
Pegawai Negeri Sipil

Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta

Mengembalikan Proses Pidana Pilihan Terakhir

Kompas.com - 17/10/2022, 16:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini, dada saya sering terasa sesak membaca berita-berita yang hampir setiap detik dan menit masuk handphone. Baik dalam frame media berita digital maupun media sosial.

Ada berita Baim Wong-Paula Verhoeven 'Prank' KDRT, kasus KDRT Rizky Billar-Lesty Kejora, hingga perseteruan Nikita Mirzani-Najwa Shihab.

Itu hanya sebagian kecil berita yang dapat saya tulis. Kasus lainnya masih lebih banyak.

Masalahnya semua kasus seperti berita itu selalu bemuara pada laporan perkara ke kepolisian. Artinya akan dilanjutkan ke proses pidana jika cukup bukti. Mulai dari penyidikan, penuntutan, persidangan, dan pemenjaraan.

Bukan persoalan siapa pihak yang benar dan salah. Saya bukan hakim dan tidak boleh main hakim sendiri. Namun, saya hanya fokus dan menyayangkan adanya fakta laporan kasus (perkara).

Kita sadari bahwa proses pidana bersifat keras (kejam). Ada praktik yang tidak bisa dilepaskan dari menyakiti (menyiksa) jiwa dan raga manusia.

Di antaranya penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan. Mengerikan sekali bukan?

Karena itu, para pakar hukum, Sudikno Mertokusumo dan Wirjono Prodjodikoro dengan kompak menyatakan proses pidana hanya sebagai alat atau pilihan terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian masalah (sengketa).

Bukan menjadi alternatif pertama, sebagaimana suka dianut (dipedomani) oleh para pelapor kasus, yang kebanyakan terlalu buru-buru melaporkan pihak lawan.

Sebuah kesalahan awal yang selanjutnya malah diperparah dengan intensnya provokasi (blow up) dari pihak lain (orang ketiga) yang terus-menerus mendorong agar pelaku kejahatan dipidanakan dan dihukum dengan seberat-beratnya.

Menegakkan hukum tidaklah selalu bermakna sama dengan menghambur-hamburkan sanksi pidana. Apalagi tidak memedulikan adanya asas (prinsip dasar) ultimum remedium (pilihan terakhir).

Sebaliknya menahan diri dan mencari alternatif penyelesaian perkara di luar jalur pidana tidak berarti kontra (melawan) penegakkan hukum pidana. Hal itu tidak lepas daripada usaha menerapkan asas tersebut.

Bukankah sekarang sudah ada praktik restorative justice di tingkat kepolisian dan kejaksaan? Meskipun baru sebatas tahap permulaan yang belum diadopsi secara masif.

Masih terbatas pada kasus-kasus relatif ringan seperti pencurian, penggelapan, penganiayaan, dan KDRT serta tindak pidana dengan ancaman penjara di bawah 5 tahun.

Aparat penegak hukum mulai mengakomodasikan berkembangnya wacana penyelesaian di luar proses pidana dengan menerbitkan kebijakan (peraturan) secara resmi.

Di antaranya Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selain itu diterbitkan Peraturan Jaksa (Perja) Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ada pula konsep diversi dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Mengembalikan penyelesaian perkara (sengketa) sesuai asas ultimum remedium melalui jalur nonpidana butuh dukungan dari semua pihak. Baik masyarakat secara umum maupun penegak hukum.

Karena kita sudah terlanjur berpikiran (dibentuk) bahwa penegakkan hukum artinya mempidanakan kasus.

Kita tidak pernah diingatkan kalau hukum pidana seharusnya adalah pilihan terakhir (pamungkas). Artinya harus diupayakan jalur lain yang lebih manusiawi (beradab) terlebih dahulu seperti mediasi, dialog, rehabilitasi, dan ganti rugi.

Pencabutan laporan perkara

Pelaporan kasus pidana terkadang hanya bersifat emosional sesaat sehingga sangat sering sekali kita jumpai terjadinya pencabutan laporan oleh para pelapor.

Setelah mengetahui betapa beratnya dampak yang akan diterima terlapor, pelapor mengurungkan niatnya. Hanya saja penyesalan itu banyak yang terlambat.

Apalagi jika kasus yang dilaporkan bukan delik aduan. Ternyata tidak semudah membalik telapak tangan untuk mencabut laporan perkara.

Pada akhirnya hampir semua kasus yang dilaporkan ke pihak kepolisian terpaksa masuk ranah pidana. Hal itu menunjukkan kesadaran hukum para pelapor masih rendah.

Tidak mampu mengkalkulasikan adanya untung-rugi dalam setiap upaya hukum yang dilakukan untuk menjerat (membalas dendam) pihak lawan.

Sikap yang berlebihan dalam pemidanaan juga berdampak sangat buruk pada masalah kelebihan kapasitas di penjara.

Mengacu data Dirjen Pemasyarakatan, 8 Oktober 2022, terlihat bahwa lapas mengalami kelebihan penghuni sebanyak 109 persen.

Sehingga masih dibutuhkan sarana-prasarana lapas dalam jumlah yang besar untuk menampungnya.

Padahal saat ini telah dibangun 525 lapas yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk mengelolanya dibutuhkan anggaran besar pula terutama biaya hidup (perawatan) warga lapas.

Direktur Pelayanan Tahanan, Pengelolaan Basan dan Baran di Dirjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono mengatakan bahwa untuk tahun 2023 mendatang, negara harus menganggarkan Rp 2 triliun hanya untuk memberi makan para warga Lapas.

Serta alokasi sumber daya manusia (SDM) yang tidak sedikit dalam menjaga lapas. Data pegawai Kemenkumham tahun 2016 menampakkan kepada kita bahwa jumlah penjaga lapas mencapai jumlah 14.600 orang.

Hingga saat ini, lapas masih bergelut mengatasi masalah kelebihan kapasitas serta tidak seimbangnya rasio jumlah penjaga dan penghuni Lapas.

Sebagai subsistem terakhir dalam sistem peradilan pidana, lapas tidak bisa menolak kehadiran terpidana yang telah diproses dalam penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Tidak mungkin untuk mengintervensi (campur tangan) secara langsung terhadap polisi, jaksa, dan hakim.

Padahal masalah kapasitas akan berdampak pada kelebihan beban kerja yang dapat mengakibatkan pelayanan tidak maksimal hingga kemungkinan perlakuan pada penghuni yang kurang manusiawi.

Bahkan yang paling ekstrem bisa menimbulkan gangguan keamanan seperti pelarian dan kerusuhan.

Eks narapidana dan resedivis

Masalah yang terakhir adalah terus bertambahnya angka eks narapidana dan residivis dalam masyarakat. Mulai dari golongan rakyat jelata, pejabat negara, artis, tokoh agama, pengusaha, politikus, ilmuwan hingga aparat penegak hukum.

Menjadi hal yang mengkhawatirkan jika lama-lama publik beranggapan bahwa hampir semua orang pernah masuk penjara dan menjadi eks narapidana serta resedivis merupakan hal yang wajar (biasa) saja.

Sehingga orang melakukan tindak kejahatan tidak lagi takut (khawatir) dimasukkan ke penjara.

Berdasarkan data Kemenkumham pada Februari 2020, tercatat bahwa jumlah resedivis di dalam lapas hanya 18,12 persen, yang artinya pelaku kejahatan baru berjumlah 81,88 persen.

Akan menjadi masalah baru jika untuk menimbulkan rasa jera pelaku kejahatan berikutnya dilakukan hanya dengan fokus menambah jumlah hukuman (lama pidana). Pihak lapas yang sudah kelebihan kapasitas pasti akan semakin merasa tertekan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Tanggal 6 Juni Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Juni Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar 'Pamer' Dapat Dukungan Relawan Jokowi di Luar Negeri, Termasuk Belanda dan Jerman

Ganjar "Pamer" Dapat Dukungan Relawan Jokowi di Luar Negeri, Termasuk Belanda dan Jerman

Nasional
Ganjar Minta Parpol dan Relawan Bersatu Menangkan Pilpres 2024

Ganjar Minta Parpol dan Relawan Bersatu Menangkan Pilpres 2024

Nasional
Ganjar di Hadapan Relawan Jokowi: Banyak Pendukung Jokowi Sejak Awal Sudah Dukung Saya

Ganjar di Hadapan Relawan Jokowi: Banyak Pendukung Jokowi Sejak Awal Sudah Dukung Saya

Nasional
Toilet di Mina Makkah Terbatas, Menko PMK Wacanakan WC 'Portable'

Toilet di Mina Makkah Terbatas, Menko PMK Wacanakan WC "Portable"

Nasional
Di Tengah Kerumunan Relawan Jokowi, Ganjar Ajak Menangkan Pilpres Pakai Cara Elegan

Di Tengah Kerumunan Relawan Jokowi, Ganjar Ajak Menangkan Pilpres Pakai Cara Elegan

Nasional
Seharian Safari Politik di Cirebon, Ganjar Pranowo Janji Bakal Kembali Lagi

Seharian Safari Politik di Cirebon, Ganjar Pranowo Janji Bakal Kembali Lagi

Nasional
Momen Saat Ganjar Dikerumuni di Acara Relawan Jokowi, Panggung sampai Penuh

Momen Saat Ganjar Dikerumuni di Acara Relawan Jokowi, Panggung sampai Penuh

Nasional
Berawal Dimarahi Emak-emak Saat Pandemi, Ganjar Dapat Ide Bantu Promosikan UMKM

Berawal Dimarahi Emak-emak Saat Pandemi, Ganjar Dapat Ide Bantu Promosikan UMKM

Nasional
Denny Indrayana Dilaporkan ke Bareskrim, Begini Tanggapan Kuasa Hukumnya

Denny Indrayana Dilaporkan ke Bareskrim, Begini Tanggapan Kuasa Hukumnya

Nasional
Ganjar Sebut Pemerintah Berperan Berikan Akses untuk Generasi Z Berkreasi

Ganjar Sebut Pemerintah Berperan Berikan Akses untuk Generasi Z Berkreasi

Nasional
GASPOL! Hari Ini: 'Ada Upaya Jegal Anies Lewat PK Moeldoko'

GASPOL! Hari Ini: "Ada Upaya Jegal Anies Lewat PK Moeldoko"

Nasional
TNI AL Terjunkan Tim Selidiki Penyebab Terbakarnya KRI Teluk Hading-538

TNI AL Terjunkan Tim Selidiki Penyebab Terbakarnya KRI Teluk Hading-538

Nasional
Update 3 Juni 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 252 dalam Sehari, Total Jadi 6.808.308

Update 3 Juni 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 252 dalam Sehari, Total Jadi 6.808.308

Nasional
PAN Ditawari PDI-P Dukung Ganjar, Zulhas: Kami Hormati Tawaran Itu, tapi...

PAN Ditawari PDI-P Dukung Ganjar, Zulhas: Kami Hormati Tawaran Itu, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com