SUDAH jatuh tertimpa tangga. Agaknya bisa disematkan pada nasib Polri yang belum tuntas dengan kasus Ferdy Sambo dan Tragedi Kanjuruhan, kini dicoreng kasus Teddy Minahasa.
Berbagai rentetan kasus seolah menegasi bahwa persoalan psikologis internal Polri memang amburadul.
Seolah Polri Presisi yang digadang Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mati kutu karena rentetan kasus yang beruntun.
Apa masih mungkin mengembalikan marwah para korsa, ataukah mengikut pikiran yang secara ekstrem, "membubarkan institusi Polri"? Apakah itu juga menjadi pilihan yang paling substansional sebagai jalan pamungkas?
Transparansi bagaimanapun menjadi kata paling "horor" bagi Polri. Atas nama korsa, ada silent corps atau sebut saja aksi diam menjaga marwah yang seolah lebih utama daripada transparansi.
Di tengah penyelesaian kasus Sambo dan Kanjuruhan, nama Irjen Teddy Minahasa tiba-tiba mencuat menjadi perbincangan utama setelah dikabarkan ditangkap akibat kasus narkoba.
Padahal baru hitungan hari Teddy ditunjuk menggantikan Irjen Nico Afinta sebagai Kapolda Jawa Timur.
Lebih mengejutkan lagi karena sebelumnya nama Teddy sempat menyita perhatian setelah membongkar secara besar-besaran sindikat judi online 303 dengan jumlah tersangka mencapai lebih dari 200 orang.
Namun hitungan bulan selang operasi itu, giliran Teddy ditangkap karena dugaan terlibat kasus narkoba.
Peristiwa ini menambah panjang preseden buruk di tubuh Polri, setelah sebelumnya dihantam mega kasus Sambo dan tragedi Kanjuruhan.
Kejadian penangkapan oknum Polri itu sekaligus menegaskan bahwa Polri tak pernah bisa beranjak dari “nama buruk” yang sulit sekali dibersihkan.
Jika kepercayaan publik selalu terombang-ambing tak menentu soal kejujuran institusi Polri, akan sampai pada titik nadir menjadi ambigu terhadap apapun perubahan yang akan dilakukan Polri sebagai institusi pengamanan dan pengayom publik.
Bayangkan saja kasus besar Sambo yang paling mencoreng institusi Polri karena petingginya “pengawas para polisi” ternyata tertuduh dalam kasus pembunuhan berencana dengan melanggar segala aturan penghilangan barang bukti (obstruction of justice). Sesuatu yang sangat dipahaminya dalam legalitas sebuah penyidikan kasus hukum.
Apalagi aturan hukum menghilangkan barang bukti diberlakukan tegas di Indonesia. Hal ini bertujuan menegakkan hukum dan melindungi keadilan. Terutama keadilan bagi korban dari suatu tindak pidana.
Alasannya jelas meliputi unsur-unsur tindak pidana yang menjadi alasan aturan hukumnya. Terdapat subjek yang dirugikan oleh pelaku.