Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham Ungkap 3 Alasan Indonesia Perlu Punya KUHP Baru

Kompas.com - 14/10/2022, 09:41 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan tiga alasan mengapa Indonesia harus mempunyai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.

Hal itu disampaikan pria yang akrab disapa Eddy Hiariej ini dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Universitas Sumatera Utara (USU) Kamis (13/10/2022).

Menurut Wamenkumham, KUHP yang saat ini digunakan Polisi, Jaksa, dan Hakim di pengadilan adalah KUHP yang dibuat tahun 1800.

“KUHP yang dibuat pada tahun 1800 tidak terlepas dari situasi dan kondisi KUHP itu dibuat, yang orientasi hukum pidananya aliran klasik, yaitu menekankan kepentingan individu, tidak bicara kepentingan masyarakat, apalagi negara,” terang Eddy Hiariej.

Baca juga: Merdeka dengan KUHP Nasional

Selain itu, lanjut Wamenkumham, hukum pidana dalam KUHP digunakan sebagai sarana balas dendam. Padahal, telah terjadi perubahan paradigma hukum pidana secara universal.

“Sehingga sudah tidak cocok lagi KUHP yang kita gunakan dengan paradigma hukum pada saat ini,” papar Eddy.

Alasan kedua, kata Wamenkumham, saat ini KUHP yang digunakan di Indonesia sudah berumur 220 tahun atau sudah out of date.

“Kita harus melakukan formulasi, membangun/memperbaharui KUHP dengan situasi dan kondisi serta era digital yang berlaku saat ini,” ujar Eddy.

Baca juga: Soal Revisi KUHP, Anggota DPR: Percayakan ke Kita, Insyaallah Lebih Banyak Manfaat daripada Mudarat

Terakhir dan ini yang paling serius menurut Wamenkumham, yakni berkaitan persoalan kepastian hukum.

Menurut Eddy, dari berbagai versi terjemahan KUHP yang beredar di masyarakat, yang ada di toko buku, yang diajarkan oleh dosen di perkuliahan tidak ada ketentuan yang menyebutkan terjemahan mana yang legal.

“Kira-kira yang sah/legal yang mana, apakah KUHP yang diterjemahkan oleh Mulyatno, Andi Hamzah, atau R. Susilo? Antar satu penerjemah dan lainnya berbeda, dan perbedaannya cukup signifikan,” tutur Eddy.

Wamenkumham pun mencontohkan Pasal 110 KUHP. Terjemahan KUHP versi Mulyatno dan Susilo yang menurutnya bagai langit dan bumi.

Baca juga: Beragam Alasan Pemerintah Tolak Buka Draf Terbaru RUU KUHP

“Mulyatno mengatakan, permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 104 – 109 KUHP, dipidana sama dengan perbuatan itu dilakukan. Kalau sama berarti pidana mati,” papar Eddy.

Sementara itu, lanjut Wamenkumham, terjemahan RKUHP versi Susilo mengatakan, permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 104 – 109 KUHP, diancam dengan pidana maksimal enam tahun.

“Pidana mati dan maksimum enam tahun itu kan seperti langit dan bumi,” ujar Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com