Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sosialisasikan RKUHP, Wamenkumham Singgung Pasal Obstruction of Justice Kasus Ferdy Sambo

Kompas.com - 13/10/2022, 17:33 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini digunakan mengandung ketidakpastian hukum dalam sejumlah Pasal.

Hal itu disampaikan pria yang karib disapa Eddy Hiariej ini dalam sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Universitas Sumatera Utara (USU) Kamis (13/10/2022).

Menurut Eddy Hiariej, KUHP yang digunakan penegak hukum saat ini merupakan produk hukum peninggalan Kolonial Belanda yang memiliki berbagai versi.

Ia menyebutkan, tidak ada satu pun ketentuan yang dapat memastikan bahwa terjemahan KUHP mana antara Andi Hamzah, R. Soesilo ataupun Moeljatno yang legal untuk digunakan.

Baca juga: RKUHP Kini Bisa Diakses secara Daring, Masyarakat Diminta Beri Masukan

“Apakah kita semua pernah berpikir kira-kira dari berbagai versi KUHP yang beredar di masyarakat kira-kira yang sah yang mana? Yang legal yang mana?,” kata Wamenkumham, Kamis.

“Mengapa pertanyaan ini menjadi penting? Karena satu penterjemah dengan penterjemah lainnya itu berbeda dan perbedaan itu cukup signifikan,” ujarnya melanjutkan.

Eddy Hiariej mencontohkan satu Pasal dari KUHP yang kini tengah diperbincangkan publik terkait kasus obstruction of justice yang menjerat Ferdy Sambo.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu diduga menghalang-halangi proses penyidikan dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

“Coba buka baik-baik Pasal 221, terjemahan Moeljatno dan terjemahan Soesilo bagaikan langit dan bumi,” kata Wamenkumham.

Baca juga: Utarakan Alibi Baru, Kuasa Hukum Sebut Ferdy Sambo Awalnya Hendak Main Badminton, tetapi Balik Lagi

Eddy Hiariej menjelaskan, obstruction of justice yang diterjemahkan oleh Moeljatno dalam KUHP diartikan sebagai menghindari penyidikan. Sementara versi Soesilo obstruction of justice diterjemahkan sebagai melarikan diri.

Padahal, kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, menghindari penyidikan dan melarikan diri itu merupakan dua hal yang berbeda.

“Kalau mau iseng nanti pengacaranya Sambo tanya kepada Hakim dan Jaksa, ‘Pak Hakim dan Pak Jaksa kita mau pakai KUHP yang mana karena unsur Pasalnya berbeda, emang betul Sambo melarikan diri?’ Kalo pakai Susilo,” ujar Eddy.

Dengan perbedaan terjemahan dari KUHP tersebut, Wamenkumhan berharap masyarakat Indonesia bisa mendukung pengesahan RKUHP yang merupakan produk hukum ciptaan Indonesia.

Menurut Eddy Hiariej, RUU KUHP yang kini tengah masif disosisalisasikan itu bakal memberi kepastian hukum terhadap penegakan hukum di Tanah Air.

“Ini persoalan serius, yang tidak pernah kita sadari. Jadi, mohon maaf penolakan terhadap pengesahan RUU KUHP itu semata-mata ingin mempertahankan status quo untuk berada dalam segala ketidakpastian hukum,” katanya.

“Padahal, KUHP itu sudah dipakai untuk menghukum jutaan manusia Indonesia padahal berada pada suatu ketidakpastian,” ujar Eddy Hiariej lagi.

Baca juga: Mahfud MD soal KUHP Perlu Diubah: Sudah 77 Tahun Negara Kita Merdeka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Nasional
Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Nasional
Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Nasional
Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Nasional
Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Nasional
1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

Nasional
Kronologi Ganjar Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, KPU Telat Kirim Undangan

Kronologi Ganjar Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, KPU Telat Kirim Undangan

Nasional
Kala Hakim MK Beda Suara

Kala Hakim MK Beda Suara

Nasional
Usai Penetapan Presiden-Wapres Terpilih, Gibran Sambangi Warga Rusun Muara Baru sambil Bagi-bagi Susu

Usai Penetapan Presiden-Wapres Terpilih, Gibran Sambangi Warga Rusun Muara Baru sambil Bagi-bagi Susu

Nasional
Disebut Bukan Lagi Kader PDI-P, Gibran: Dipecat Enggak Apa-apa

Disebut Bukan Lagi Kader PDI-P, Gibran: Dipecat Enggak Apa-apa

Nasional
PKS Bertandang ke Markas Nasdem Sore Ini

PKS Bertandang ke Markas Nasdem Sore Ini

Nasional
Respons Anies Usai Prabowo Berkelakar soal Senyuman Berat dalam Pidato sebagai Presiden Terpilih

Respons Anies Usai Prabowo Berkelakar soal Senyuman Berat dalam Pidato sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Usai Puja-puji Pers, Prabowo Tiadakan Sesi Tanya Jawab Wartawan

Usai Puja-puji Pers, Prabowo Tiadakan Sesi Tanya Jawab Wartawan

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Kekayaan Prabowo Capai Rp 2 Triliun

Jadi Presiden Terpilih, Kekayaan Prabowo Capai Rp 2 Triliun

Nasional
Soal Target Penurunan Stunting Jadi 14 Persen, Jokowi: Saya Hitung Ternyata Tidak Mudah

Soal Target Penurunan Stunting Jadi 14 Persen, Jokowi: Saya Hitung Ternyata Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com