JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, korban luka atau ahli waris korban meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan bisa mengajukan gugatan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa itu.
Bahkan menurut dia para korban atau ahli waris tidak perlu menunggu hasil penyelidikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah untuk mengajukan gugatan.
"Masyarakat atau keluarga korban Tragedi Kanjuruhan tidak perlu menunggu hasil investigasi TGIPF jika ingin melakukan gugatan atau laporan terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di Kanjuruhan," kata Ardi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).
Baca juga: Direktur Programing Indosiar Penuhi Panggilan Komnas HAM Terkait Tragedi Kanjuruhan
Menurut Ardi, hasil investigasi TGIPF nantinya bisa menjadi bukti pelengkap dan digunakan oleh aparat untuk melakukan penegakan hukum.
Di sisi lain, kata Ardi, Polri saat ini seharusnya memperlihatkan kemauan dan keberanian serta secara jujur dan adil memproses hukum orang-orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sampai saat ini terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi terkait kejadian itu.
Para tersangka Tragedi Kanjuruhan dari kalangan sipil adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Baca juga: Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, Menpora Rumuskan Peraturan Terkait Pengamanan di Stadion
Sedangkan polisi yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kejadian itu adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Selain itu, Ardi menilai proses hukum itu diharapkan juga dilanjutkan terhadap pihak-pihak lain, termasuk para petugas di lapangan saat itu, yang terlibat dalam penembakan gas air mata saat terjadi kericuhan hingga menyebabkan 132 orang meninggal.
Baca juga: Audit Stadion Kanjuruhan, Menteri PUPR Berikan 7 Poin Rekomendasi
"Yang dibutuhkan hari ini adalah kemauan dan keberanian Polri untuk secara jujur dan adil memproses hukum pelaku pembantaian terhadap supporter di Kanjuruhan," ucap Ardi.
Peristiwa maut itu terjadi setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat itu Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya yang menjadi rival bebuyutan.
Menurut penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), faktor yang diduga memicu penonton di stadion panik dan akhirnya terjadi desak-desakan hingga merenggut 132 korban jiwa adalah tembakan gas air mata dari aparat Kepolisian ke arah tribune penonton.
Baca juga: Nestapa Cahayu, 3 Hari Koma Usai Tragedi Kanjuruhan, Ingatan Terganggu, Berteriak dan Mengigau
Menurut Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam dalam jumpa pers di Jakarta pada Rabu (12/10/2022), saat itu para pendukung Arema FC, Aremania, turun ke lapangan setelah pertandingan selesai karena ingin menyemangati para pemain tim sepakbola kesayangan mereka yang kalah dari Persebaya saat bermain di kandang.
Selain itu, Komnas HAM juga memaparkan temuan lain yakni soal pintu akses keluar masuk penonton yang hanya terbuka sedikit sehingga tidak memadai dan menyebabkan penumpukan massa serta menimbulkan korban jiwa akibat kehabisan oksigen hingga terinjak-injak.
Komnas HAM juga menemukan jumlah tiket yang dicetak pada hari pertandingan hingga lebih dari 40.000, padahal kapasitas stadion hanya mampu menampung 38.054 orang.
Baca juga: LPSK Sebut 32 CCTV Stadion Kanjuruhan Berfungsi saat Tragedi Terjadi
Anam mengatakan, seluruh temuan itu akan dirinci dalam laporan akhir yang diharapkan tidak hanya memaparkan kronologi peristiwa tetapi juga bisa menjadi rekomendasi supaya kejadian seperti itu tidak terulang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.