JAKARTA, KOMPAS.com - Hubungan PDI Perjuangan dan Partai Nasdem belakangan memanas. Disinyalir, musababnya karena pencalonan presiden.
Elite PDI-P berulang kali menyindir Nasdem setelah partai besutan Surya Paloh itu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) mereka untuk Pemilu 2024.
Namun, PDI-P tak menunjukkan sikap yang sama terhadap Gerindra. Padahal, partai berlambang kepala garuda itu telah mengumumkan bahwa ketua umumnya, Prabowo Subianto, siap menjadi capres pada pilpres mendatang.
Baca juga: Giliran Nasdem, Semua Jadi Salah, Jadi Menyerang dari Segala Penjuru
Serangan demi serangan partai banteng ke Nasdem ini pun menjadi tanda tanya. Mengapa PDI-P seolah keras ke Nasdem, tapi lunak ke Gerindra yang sama-sama telah mendeklarasikan calon presiden?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menjadi yang paling gencar menyentil Nasdem. Hasto mengibaratkan deklarasi Anies sebagai capres Nasdem seperti peristiwa 10 November 1945.
Dalam peristiwa itu, terjadi aksi perobekan kain biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur, sehingga yang tersisa hanya bendera kebangsaan Indonesia, merah putih.
"Ya, biru itu dulu warna Belanda. Kalau sekarang kan ada warna biru lainnya juga ya. Anies kan banyak warna biru," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2022).
Sebagaimana peristiwa 10 November tersebut, kata Hasto, belakangan ada "biru" yang terlepas dari pemerintahan Presiden Jokowi. "Biru" itu lepas karena sudah memiliki calon presiden sendiri.
"Para pejuang kita kan ada bendera Belanda, birunya dilepas. Dan ternyata birunya juga terlepas kan dari pemerintahan Pak Jokowi sekarang, karena punya calon presiden sendiri," ujarnya.
Kendati tak menyebut gamblang tentang "biru" yang dimaksud, namun, publik meyakini bahwa elite PDI-P itu tengah menyentil Nasdem, partai dengan lambang dominan warna biru yang telah mendeklarasikan Anies sebagai capres.
Hasto pun terang-terangan menyebut bahwa dukungan Nasdem terhadap pencapresan Anies kontradiktif terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dia mengatakan, berbagai kebijakan Anies berlawanan dengan pemerintah saat ini.
Misalnya, terkait ibu kota negara. Anies berupaya mempertahankan ibu kota tetap berada di DKI Jakarta, padahal pemerintahan Jokowi punya program besar memindahkannya ke Kalimantan Timur.
"Jangan sampai kemudian mencalonkan seseorang yang punya kebijakan yang berbeda. Ketika misalnya ada kebijakan yang berbeda dari calon yang diusung oleh partai politik pengusung Pak Jokowi maka ini akan kontradiktif," ujar Hasto di Gedung Fisipol UGM, Yogyakarta, Senin (10/10/2022).
Namun demikian, Hasto mengaku tak ingin terlalu dalam mencampuri urusan partai lain.
Baca juga: Sebut Partai Biru Lepas dari Pemerintahan Jokowi, PDI-P: Sudah Punya Capres Sendiri
Nasdem tampak tak senang dengan pernyataan Hasto. Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menegaskan, partainya akan tetap berada di koalisi pemerintahan Jokowi kendati mendeklarasikan Anies sebagai capres.