JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap detik-detik terjadinya kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Menurut Komnas HAM, beberapa menit setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, situasi masih terkendali.
Saat itu, para pemain Arema FC meminta maaf ke suporter karena kalah di kandang sendiri.
"Sekitar 14 sampai 20 menit pascapeluit panjang tanda pertandingan selesai dibunyikan, kondisi di Stadion Kanjuruhan Malang masih terkendali," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Ada Indikasi Pelanggaran HAM dalam Tragedi Kanjuruhan
Selanjutnya, saat tim Arema FC hendak menuju ruang ganti, sejumlah Aremania turun ke lapangan untuk menghampiri para pemain. Mereka bermaksud memberikan semangat ke anggota tim.
Dari video yang didapatkan Komnas HAM, tampak bahwa para suporter memeluk, bahkan menangis di momen itu.
"Jadi teman-teman Aremania itu datang menghampiri pemain, memeluk pemain, saling menangis," ujar Anam.
"Dipeluk, dikasih semangat 'ayo, salam satu jiwa, jangan menyerah'. Itu terkonfirmasi, kami dapatkan informasinya demikian," tuturnya.
Namun, tiba-tiba, pada pukul 22.08.59 WIB, aparat menembakkan gas air mata. Gas ditembakkan pertama kali ke arah tribune penonton bagian selatan.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: Gas Air Mata Ditembak ke Tribune Kanjuruhan Pukul 22.08 WIB
Akibatnya, penonton panik. Banyak di antara mereka yang melempar sepatu ke arah aparat sebagai bentuk perlawanan.
Saat meninjau langsung Stadion Kanjuruhan, Komnas HAM menemukan banyak sepatu yang tertinggal di stadion.
Penonton selanjutnya berhamburan hendak keluar dari stadion. Akan tetapi, karena saling berdesakan dan pintu yang terbuka berukuran kecil, banyak yang mengalami sesak napas dan mata perih terkena gas air mata hingga akhirnya meninggal dunia.
"Di titik itulah sumbatan orang nggak bisa bergerak karena memang matanya pedas, sesak napas dan sebagainya, akhirnya banyak menimbulkan jatuh korban," terang Anam.
Anam memastikan, seluruh pintu Stadion Kanjuruhan terbuka saat gas air mata ditembakkan, termasuk pintu 13 yang menjadi titik paling banyak ditemukan korban meninggal.
Menurutnya, banyak penonton yang mengaku melihat pintu tertutup lantaran pandangan mereka terhalang oleh penonton lainnya ketika berdesakan hendak keluar dari stadion.