Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Disarankan Akui Gas Air Mata Jadi Penyebab Jatuhnya Korban di Kanjuruhan

Kompas.com - 12/10/2022, 12:27 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Polri berhenti berdalih soal gas air mata dalam tragedi di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menelan 132 korban jiwa.

Ia menilai, gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan massal yang mengakibatkan penonton berdesakan hingga akhirnya meninggal dunia.

“Lebih baik Polri mengakui bahwa gas air mata adalah pemicu dan penyebab jatuhnya korban,” tutur Taufik kepada wartawan, Rabu (12/10/2022).

Baca juga: Mahfud: FIFA Akan Datang Pekan Depan, Bersama Presiden Tentukan Sikap Soal Kanjuruhan

Ia menegaskan, tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata dalam peristiwa pada Sabtu (1/10/2022) itu harus diusut tuntas melalui jalur pidana.

“Penggunaan gas air mata oleh personel aparat dalam stadium adalah kesalahan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,” sebutnya.

Taufik menyatakan, gas air mata digunakan untuk membubarkan massa, bukan untuk melumpuhkan atau meredakan kerusuhan.

Maka, pihak kepolisian mestinya mempertimbangkan penggunaannya, apalagi dalam situasi ribuan penonton yang berdesak-desakan.

Baca juga: Polda Jatim Periksa Pihak Indosiar hingga PSSI Terkait Tragedi Kanjuruhan Pekan Depan

Gas air mata tidak dapat pula digunakan pada kerumunan yang tidak dapat berpencar karena akses membubarkan diri yang terbatas,” ujar Taufik.

“Pemahaman dasar ini yang harus dimiliki oleh personel Polri, terlebih yang ditugaskan mengendalikan massa,” sambungnya.

Ia menduga ada kelalaian yang dilakukan anggota Polri dalam pemakaian gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Oleh karena itu, para pihak yang berperan sebagai pemberi perintah sampai pelaksana harus dikenai sanksi pidana.

Baca juga: PT LIB-Indosiar Saling Lempar Tanggung Jawab soal Kanjuruhan, Mahfud: Bukti Penyelenggaraan Liga Kacau

Taufik menjelaskan, para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 359 KUHP yang berbunyi: barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

“Sementara personel lain jika memiliki keterkaitan dapat dimintakan pertanggungjawaban etik,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengeklaim bahwa penggunaan gas air mata tidak mematikan meski dipakai dalam skala tinggi.

“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” papar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Baca juga: TGIPF Laporkan Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan ke Jokowi pada Jumat

Terakhir, ia berdalih penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa tidak begitu efektif.

Pernyataan Dedi lantas dibantah oleh Komnas HAM dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Komnas HAM menyatakan, gas air mata menjadi pemicu kepanikan penonton yang akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar.

Adapun TGIPF menyatakan, gas air mata yang ditembakkan polisi di Kanjuruhan bersifat mematikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com