JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Polri berhenti berdalih soal gas air mata dalam tragedi di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, yang menelan 132 korban jiwa.
Ia menilai, gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan massal yang mengakibatkan penonton berdesakan hingga akhirnya meninggal dunia.
“Lebih baik Polri mengakui bahwa gas air mata adalah pemicu dan penyebab jatuhnya korban,” tutur Taufik kepada wartawan, Rabu (12/10/2022).
Baca juga: Mahfud: FIFA Akan Datang Pekan Depan, Bersama Presiden Tentukan Sikap Soal Kanjuruhan
Ia menegaskan, tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata dalam peristiwa pada Sabtu (1/10/2022) itu harus diusut tuntas melalui jalur pidana.
“Penggunaan gas air mata oleh personel aparat dalam stadium adalah kesalahan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana,” sebutnya.
Taufik menyatakan, gas air mata digunakan untuk membubarkan massa, bukan untuk melumpuhkan atau meredakan kerusuhan.
Maka, pihak kepolisian mestinya mempertimbangkan penggunaannya, apalagi dalam situasi ribuan penonton yang berdesak-desakan.
Baca juga: Polda Jatim Periksa Pihak Indosiar hingga PSSI Terkait Tragedi Kanjuruhan Pekan Depan
“Gas air mata tidak dapat pula digunakan pada kerumunan yang tidak dapat berpencar karena akses membubarkan diri yang terbatas,” ujar Taufik.
“Pemahaman dasar ini yang harus dimiliki oleh personel Polri, terlebih yang ditugaskan mengendalikan massa,” sambungnya.
Ia menduga ada kelalaian yang dilakukan anggota Polri dalam pemakaian gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Oleh karena itu, para pihak yang berperan sebagai pemberi perintah sampai pelaksana harus dikenai sanksi pidana.
Taufik menjelaskan, para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 359 KUHP yang berbunyi: barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
“Sementara personel lain jika memiliki keterkaitan dapat dimintakan pertanggungjawaban etik,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengeklaim bahwa penggunaan gas air mata tidak mematikan meski dipakai dalam skala tinggi.
“Dari penjelasan para ahli dan dokter spesialis yang menangani para korban, baik korban yang meninggal dunia maupun korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata, tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” papar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Baca juga: TGIPF Laporkan Hasil Investigasi Tragedi Kanjuruhan ke Jokowi pada Jumat
Terakhir, ia berdalih penggunaan gas air mata yang kedaluwarsa tidak begitu efektif.
Pernyataan Dedi lantas dibantah oleh Komnas HAM dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
Komnas HAM menyatakan, gas air mata menjadi pemicu kepanikan penonton yang akhirnya berdesak-desakan di pintu keluar.
Adapun TGIPF menyatakan, gas air mata yang ditembakkan polisi di Kanjuruhan bersifat mematikan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.