JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai, sikap PDI Perjuangan yang terus menerus menyentil Partai Nasdem karena mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024 kurang tepat.
Menurut dia, tak menjadi soal jika partai koalisi pemerintah kini menyatakan dukungan ke tokoh yang notabene oposisi.
"Sikap ini tidak elegan, harus dewasa itu para elite partai, justru mereka harus mengerti etika politiknya," kata Djayadi kepada Kompas.com, Selasa (11/10/2022).
Djayadi mengatakan, Nasdem tergabung dalam pemerintahan pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024. Sementara, deklarasi Anies sebagai capres dimaksudkan Nasdem untuk Pemilu 2024.
Baca juga: Duet Anies-AHY Dinilai Punya Basis Massa yang Menjanjikan
Oleh karenanya, menurut dia, dukungan Nasdem untuk Anies tak berkaitan dengan posisi partai besutan Surya Paloh itu di pemerintahan Jokowi saat ini.
"Koalisi ini bukan koalisi Pilpres 2024, koalisi ini adalah koalisi pemerintahan Jokowi yang batas terakhirnya tahun 2024, bukan untuk pemilu," ujar Djayadi.
"Jadi ini memang harus dipisahkan supaya memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat," tuturnya.
Lagi pula, lanjut Djayadi, pemerintahan Jokowi mau tak mau berjalan tumpang tindih dengan persiapan Pemilu 2024.
Sehingga, wajar jika partai politik mulai mengambil ancang-ancang, seperti mendeklarasikan capres atau membentuk koalisi dengan partai lain.
Baca juga: Diisukan Maju Bersama Anies di Pilpres 2024, AHY: Kita Amini Saja...
Dengan situasi yang demikian, tidak mungkin tujuh partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf seragam dalam mengusung capres atau membentuk koalisi.
Maka, tidak seharusnya Nasdem atau partai politik lain disingkirkan dari pemerintahan jika kelak mendukung capres atau berkoalisi dengan oposisi.
"Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk mendepak mereka dari pemerintahan," ujarnya.
Selain itu, kata Djayadi, ihwal partai koalisi dan jajaran menteri di Kabinet Indonesia Maju menjadi kewenangan presiden.
Menurut dia, partai baiknya tidak ikut campur terkait ini, sekalipun PDI-P sebagai partai penguasa yang menaungi Jokowi.
"Harusnya Pak Jokowi ambil sikap netral, mau Nasdem mencalonkan siapa saja terserah," kata dosen Universitas Paramadina itu.
Sebagaimana diketahui, pada Senin (3/11/2022) Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres mereka untuk Pemilu 2024.
Partai yang dimotori Surya Paloh itu juga mengaku tengah mematangkan rencana koalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Langkah Nasdem itu menuai pro dan kontra. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto misalnya, belum lama ini mengibaratkan pendeklarasian Anies Baswedan sebagai capres Nasdem seperti Peristiwa 10 November 1945.
Dalam peristiwa itu, terjadi aksi perobekan kain biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato, sehingga yang tersisa hanya bendera kebangsaan Indonesia, merah putih.
"Ya, biru itu dulu warna Belanda. Kalau sekarang kan ada warna biru lainnya juga ya. Anies kan banyak warna biru," kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2022).
Baca juga: AHY Ngaku Bersahabat Baik dengan Anies, Sama-sama Jemput Takdir di Politik
Sebagaimana peristiwa 10 November itu, kata Hasto, belakangan ada "biru" yang terlepas dari pemerintahan Presiden Jokowi.
"Para pejuang kita kan ada bendera Belanda, birunya dilepas. Dan ternyata birunya juga terlepas kan dari pemerintahan Pak Jokowi sekarang, karena punya calon presiden sendiri," ujarnya.
Kendati tak menyebut gamblang tentang "biru" yang dimaksud, namun, publik meyakini bahwa elite PDI-P itu tengah menyentil Nasdem yang mendeklarasikan Anies sebagai capres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.