JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelidikan terhadap insiden maut kericuhan berujung kepanikan penonton pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu yang menelan 131 korban jiwa terus dilakukan.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah di bawah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terus bekerja menelusuri rangkaian peristiwa yang menyebabkan kejadian memilukan itu.
Baca juga: Tim Pencari Fakta Kontras dkk Rilis 12 Temuan Awal Tragedi Kanjuruhan, Sebut Pembunuhan Sistematis
Salah satu anggota TGIPF, Nugroho Setiawan, membeberkan temuan sementara dari segi infrastruktur di Stadion Kanjuruhan yang menjadi tempat kejadian perkara.
Jumlah seluruh korban dalam Tragedi Kanjuruhan mencapai 705 orang. Sebanyai 131 orang di antaranya meninggal, sedangkan sisanya luka-luka.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 6 Oktober 2022 mengumumkan enam orang ditetapkan sebagai tersangka tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: Kontras Temukan Kejanggalan Tragedi Kanjuruhan: Aparat Dimobilisasi Pertengahan Babak Kedua
Mereka adalah Akhmad Hadian Lukita (Dirut LIB), Abdul Harris (Ketua Panpel), Suko Sutrisno (Security Officer), Wahyu SS (Kabag Ops Polres Malang), H (Brimob Polda Jatim), BSA (Kasat Samapta Polres Malang).
Berikut ini rangkuman temuan Nugroho Setiawan terkait sisi keamanan infrastruktur di Stadion Kanjuruhan terkait peristiwa maut pada 1 Oktober 2022 lalu.
Nugroho mengatakan, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah Stadion Kanjuruhan tidak layak untuk menggelar pertandingan berisiko tinggi (high risk match), seperti laga Arema FC melawan Persebaya.
"Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa," kata Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Nugroho Setiawan, seperti dikutip dari akun YouTube Kemenko Polhukam, Minggu (9/10/2022).
Baca juga: Aremania Tidak Puas dengan Penetapan Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Ini Alasannya
Nugroho mengatakan, untuk pertandingan yang diperkirakan berisiko tinggi pelaksana harus membuat perhitungan secara rinci dan mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.
"Kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat," ujar Nugroho yang merupakan pakar keamanan pertandingan sepak bola berlisensi Federasi Internasional Asosiasi Sepak Bola (FIFA).
Nugroho menyoroti ketiadaan pintu darurat di Stadion Kanjuruhan.
"Jadi sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai. Kemudian tidak ada pintu darurat," kata Nugroho.
Baca juga: Aremania Kawal Pengusutan Tragedi Kanjuruhan Sampai Titik Darah Penghabisan
Diduga faktor ketiadaan pintu darurat itu yang membuat korban jiwa dalam peristiwa desak-desakan pada 1 Oktober 2022 lalu cukup tinggi.
Menurut Nugroho, dari rekaman kamera pemantau atau kamera CCTV di Stadion Kanjuruhan saat peristiwa kericuhan yang menewaskan 131 orang itu terjadi, terlihat massa penonton panik dan berebut mencari pintu untuk bisa keluar menghindari asap gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian guna menghentikan kericuhan.