Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Belajar dari Pemilu 2019

Kompas.com - 10/10/2022, 05:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SATU di antara sekian banyak kearifan yang berhasil disimpulkan oleh Pusat Studi Kelirumologi berdasar penelitian tentang kekeliruan adalah pentingnya belajar dari kekeliruan masa lalu agar tidak membuat kekeliruan yang sama di masa depan.

Pemilu 2024 sudah makin mendekat. Pemilu 2019 telah tercatat di lembaran hitam sejarah Indonesia sebagai pemilu terburuk akibat terbukti menewaskan ratusan petugas penyelenggara pemilu sambil memecah-belah bangsa menjadi polarisasi dua kubu yang saling menghujat karena saling membenci.

Pemilu 2019 memang benar-benar berhasil memilukan sanubari bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Jelas ada kekeliruan yang hadir pada pemilu 2019.

Kekeliruan yang sudah terlanjur dilakukan jelas mustahil diperbaiki, namun yang belum terlanjur terjadi jelas mampu jika mau diperbaiki.

Yang mampu memperbaiki masa depan pemilu adalah lembaga yang dipercaya menyelenggarakan pemilu di Indonesia, yaitu KPU sebagai akronim Komisi Pemilihan Umum.

Maka dengan penuh kerendahan hati sebagai pendiri Pusat Studi Kelirumologi, saya memberanikan diri menyampaikan dua saran kepada KPU.

Saran pertama demi mencegah agar jangan sampai pilpres 2024 kembali memecah-belah bangsa seperti pilpres 2019 adalah KPU berkenan fokus bertanggung jawab atas mutu pemilu yang diselenggarakan, maka KPU mewajibkan setiap capres untuk bertanggung jawab atas sikap dan perilaku para pendukung masing-masing yang lazim disebut sebagai relawan.

Setiap capres harus memiliki sifat utama kepemimpinan seorang presiden, yaitu bertanggung jawab penuh atas sepak-terjang para anak buah dirinya sendiri.

Maka pada masa kampanye KPU mewajibkan setiap capres harus bertanggung-jawab atas tingkah-laku para relawan terutama yang rawan membentuk polarisasi demi memecah-belah bangsa.

Jika tidak sanggup, berarti sang capres memang tidak memiliki kemampuan kepemimpinan maka harus didiskualifikasi sebagai capres agar jangan sampai menjadi presiden yang tidak bertanggung jawab.

Pada masa kampanye pemilu para relawan silakan maksimal memuji junjungan masing-masing setinggi langit. Namun dilarang menghujat, melecehkan apalagi memfitnah junjungan pihak lawan politik agar tidak terjadi polarisasi yang memecah belah bangsa seperti pada pilpres 2019.

Saran ke dua demi meminimalisir kecurangan maupun petugas menjadi korban nyawa seperti pada masa Pemilu 2019, KPU perlu mewujudkan Pemilu 2024 sebagai e-pemilu alias elektronik pemilu demi menjamin kejujuran maupun mengurangi beban kerja para petugas pemilu sehingga mengurangi kelelahan yang terbukti menewaskan ratuan petugas saat Pemilu 2019.

Sudah barang tentu tidak ada petugas Pemilu 2024 yang mau mengulang nasib kelelahan sampai kehilang nyawa seperti pada Pemilu 2019. Satu korban nyawa sudah terlalu banyak.

BRIN siap mendukung e-pemilu dengan sistem, teknologi serta putra-putri terbaik Indonesia yang secara lahir-batin siap-siaga mendukung penyelenggaraan e-pemilu secara jujur, adil, damai serta efisien namun efektif.

Mengenai biaya juga tidak perlu dirisaukan, sebab jika terbukti Indonesia mampu membiayai pembangunan ibu kota baru, maka jelas Indonesia juga mampu membiayai penyelenggaraan e-Pemilu.

Namun sayang setriliun sayang, tampaknya ada pihak yang diuntungkan oleh penyelenggaraan pemilu secara manual maka dengan segala upaya gigih berjuang mati-matian mempertahankan penyelenggaraan pemilu secara manual demi menghalangi jangan sampai e-Pemilu terselenggara di persada Indonesia tercinta.

Bagi mereka, biarkan saja pemilu di Indonesia terselenggara secara curang serta menelan korban jiwa para petugas pemilu! Yang penting jangan sampai keuntungan politis maupun profit cuan yang diperoleh dari penyelenggaraan pemilu secara manual hilang lenyap akibat pemilu diselenggarakan secara elektronik.

Pada hakikatnya baik secara manajerial maupun teknologi bangsa Indonesia jelas sudah mampu menyelenggarakan e-Pemilu. Jika mau pasti mampu. Jika tidak mampu berarti sekadar tidak mau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com