JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Masyarakat (Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, anggota polisi yang melakukan penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, tidak tahu aturan FIFA soal larangan penggunaan gas air mata di stadion.
Dedi menjelaskan, para anggota Polri itu tidak tahu lantaran tidak diberitahu oleh safety and security officer.
"Anggota kan enggak tahu toh tentang aturan itu, karena tidak disampaikan oleh safety and security officer dan dilarang," ujar Dedi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/10/2022).
Dedi mengatakan bahwa safety dan security officer adalah sosok yang bertanggungjawab di lapangan. Sebagaimana tertuang dalam statuta FIFA yang diratifikasi PSSI mengenai regulasi keselamatan dan keamanan edisi tahun 2021.
"Safety and security officer sebagai penanggung jawab di dalam stadion dibantu oleh steward dan aparat keamanan," katanya.
Baca juga: Media Asing Investigasi Tragedi Kanjuruhan, Mahfud: Nanti Lihat Mana yang Faktual
Menurut Dedi, jika diberitahu sejak awal, maka Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang pasti tidak akan terjadi.
"Kalau awalnya sudah dikasih tahu, enggak akan terjadi toh," ujarnya.
Untuk diketahui, salah satu yang disorot dalam insiden tersebut adalah penggunaan gas air mata oleh polisi.
Pasalnya, FIFA secara jelas melarang penggunaan gas air mata di stadion. Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Pelarangan penggunaan gas air mata dan senjata api tertulis dalam Pasal 19 b.
"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," demikian bunyi aturan FIFA.
Baca juga: Sambil Menangis, Ketua Panpel Arema FC Minta Maaf atas Tragedi Kanjuruhan
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta menjelaskan, gas air mata terpaksa ditembakkan untuk menghalau suporter yang memasuki lapangan.
"Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," kata Nico Afinta dalam konferensi pers di Markas Kepolisian Resor (Polres) Malang, Minggu pagi.
Semakin banyaknya suporter yang merangsek ke lapangan, menurut Nico Afinta, membuat polisi berupaya menghalau dengan menggunakan gas air mata.
"Sehingga, para suporter berlarian ke salah satu titik di pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Saat terjadi penumpukan itulah banyak yang mengalami sesak napas," ujarnya.
Diketahui, Polri telah menetapkan enam tersangka terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Mereka adalah AHL (Dirut LIB), AH (Ketua Panpel), SS (Security Officer), Wahyu SS (Kabag Ops Polres Malang), H (Deputi 3 Danyon Brimob Polda Jatim), dan BSA (Kasat Samapta Polres Malang).
Selain itu, 20 anggota kepolisian dinyatakan melanggar etik. Dengan rincian, 6 berasal dari Polres Malang, dan 14 berasal dari Brimob Polda Jawa Timur (Jatim).
Baca juga: Daftar 20 Polisi Langgar Etik di Tragedi Kanjuruhan: 6 dari Polres Malang, 14 Brimob Polda Jatim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.