JAKARTA, KOMPAS.com - Elemen suporter Indonesia mengultimatum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) akan melakukan gerakan revolusioner, apabila pemerintah tak mampu memberikan rasa keadilan bagi Aremania yang menjadi korban dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Pentolan Bonek, Andi Peci, yang menjadi perwakilan elemen suporter Indonesia saat bertemu Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menegaskan bahwa setiap nyawa berharga.
“Satu orang yang tidak bersalah kehilangan nyawa adalah kematian semua umat manusia, apalagi ini ratusan,” kata Andi di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis (6/10/2022).
Baca juga: Pimpinan Komisi III Minta Polisi Tak Berbelit-belit Selesaikan Tragedi Kanjuruhan
Ia pun mendesak agar aparat dapat secara transparan dalam mengusut tragedi ini. Para pihak yang bertanggungjawab dalam kerusuhan yang menewaskan 131 orang dan ratusan suporter Arema lainnya luka-luka itu harus diadili.
“Sesegera mungkin diselesaikan, tidak hanya diselesaikan, tapi memang harus terang-benderang, siapa yang bertanggung jawab, hukumannya apa dan sebagainya harus segera diputuskan,” pintanya.
“Kalau kami tidak bisa mendapatkan hasil yang adil buat suporter, tentu kami akan melakukan gerakan yang revolusioner, gerakan yang luar biasa, terutama untuk federasi sepak bola nasional,” tegas Andi.
Baca juga: Kronologi Lengkap Tragedi Kanjuruhan: Persiapan Pengamanan, Kerusuhan, hingga Penetapan Tersangka
Tragedi Kanjuran terjadi setelah aparat kepolisian yang berjaga menembakkan gas air mata ke arah penonton yang berada di tribun stadion.
Berdasarkan keterangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, ada sebelas tembakan gas air mata yang dilontarkan polisi yang berjaga. Rinciannya, tujuh tembakan diarahkan ke tribun selatan, satu tembakan ke tribun utara, dan tiga tembakan ke lapangan.
Atas peristiwa ini, polisi telah menetapkan enam tersangka. Tiga di antaranya adalah aparat kepolisian yakni Kabagops Polres Malang berinisial WSS, Komandan Kompi 3 Brimob Polda Jatim berinisial H, dan Kasat Samapta Polres Malang berinisial BSA.
Ketiga polisi itu disangka dengan Pasal 359 atau Pasal 360 KUHP.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Polisi di Sepak Bola Indonesia Tak Sesuai Regulasi FIFA
Selain itu, polisi juga menetapkan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) berinisial AHL, Ketua Panitia Pelaksana Arema FC berinisial AH dan Security Officer berinisal SS.
Ketiganya dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.
TGIPF Tragedi Kanjuruhan menegaskan terbuka menerima kritik dan saran dari masyarakat untuk menuntaskan tragedi yang menewaskan 131 orang tersebut.
“Tim pencari fakta dengan sangat terbuka akan selalu menerima masukan, saran, kritik, dalam rangka melakukan investigasi kasus (tragedi Kanjuruhan),” ujar anggota TGIPF Akmal Marhali.
Akmal mengatakan, TGIPF juga terbuka atas kritik dan saran yang berkaitan dengan langkah-langkah perbaikan sepak bola Indonesia ke depan.