JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis demokrasi yang mengatasnamakan diri kelompok masyarakat madani menilai DPR telah menunjukkan arogansinya terkait pencopotan sepihak Hakim Konstitusi, Aswanto, dalam Rapat Paripurna ke VII Masa Sidang I Tahun 2022-2023.
Kelompok ini beranggotakan Indonesia Corruption Watch (ICW), Jeirry Sumampow, Muhammad Ihsan Maulana, Alwan Ola Riantoby, Ridaya Laodengkowe, Ahmad Wakil Kamal, Wahidah Suaib, Kaka Suminta, Fahmi Badoh, Lucius Karus, Ary Nurcahyo, Nurul Fata, Titi Anggraini, dan lainnya.
Oleh karenanya, mereka meminta agar pencopotan Hakim MK Aswanto dibatalkan.
"DPR mesti mengubah keputusannya yang memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto dan memulihkan hak Aswanto sebagai Hakim Konstitusi," kata perwakilan dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, kepada wartawan, Selasa (4/10/2022).
Baca juga: Soal Pencopotan Hakim MK Aswanto, Mahfud: Kita Sudah Punya Pandangan Hukum
"DPR harus patuh dan tunduk pada konstitusi, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, putusan MK, serta peraturan perundang-undangan lain terkait pengangkatan dan pemberhentian seorang Hakim Konstitusi," ujarnya lagi.
Selain arogan, DPR dinilai telah melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan, tak patuh pada supremasi konstitusi sebagai lembaga tinggi negara, serta bersikap antidemokrasi, sewenang-wenang, dan semakin menunjukkan kecongkakan.
"Hakim Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang merdeka, tidak dapat diintervensi atau bahkan dipengaruhi dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menjaga dan menegakkan konstitusi," kata Titi Anggraini.
"Sikap tersebut juga sangat bertolak belakang dengan semangat menjaga indpendensi dan imparsialitas seorang Hakim Konstitusi dalam mengadili produk hukum yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang," ujarnya lagi.
Baca juga: Jokowi Didesak Tak Teken Keppres Pengangkatan Hakim Guntur Hamzah Pengganti Aswanto
DPR juga dinilai salah kaprah dalam memahami empat putusan MK soal dihapusnya periodesasi masa jabatan Hakim Konstitusi menjadi batas minimal dan maksimal.
Dalam empat putusan itu, peralihan masa jabatan Hakim Konstitusi memerlukan tindakan hukum berupa konfirmasi dari lembaga yang mengajukan Hakim Konstitusi terkait.
Aswanto diketahui sebelumnya, diajukan oleh DPR menjadi Hakim Konstitusi.
"Konfirmasi dimaksudkan untuk menyampaikan pemberitahuan ihwal melanjutkan masa jabatan Hakim Konstitusi yang bersangkutan dan tidak lagi mengenal adanya periodesasi masa jabatan," kata Titi menjelaskan.
"Bukan justru menjadi momentum untuk mengganti Hakim Konstitusi yang sedang menjabat sebagaimana yang dilakukan oleh DPR RI," ujarnya menambahkan.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI sekaligus politikus PDI-P, Bambang Wuryanto, mengatakan bahwa pencopotan Aswanto berkenaan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menggugurkan undang-undang hasil legislasi di parlemen.
Baca juga: Pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto Dinilai Langgar Hukum dan Ganggu Independensi Peradilan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.