JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan mengenai pencopotan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Menurut Mahfud MD, pemerintah sudah punya pandangan hukum tersendiri terkait pencopotan Aswanto.
"(Soal) Hakim Aswanto itu, iya kita sudah punya pandangan hukum, tapi itu nanti sajalah," ujar Mahfud singkat saat dijumpai di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (4/10/2022).
Diberitakan sebelumnya, hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto secara mengejutkan dicopot oleh DPR RI pada Kamis (29/9/2022).
Baca juga: Pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto Dinilai Langgar Hukum dan Ganggu Independensi Peradilan
Pencopotan Aswanto ini dilakukan secara mendadak dan tidak masuk dalam agenda rapat paripurna DPR hari itu.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengatakan, Aswanto dicopot karena kinerjanya mengecewakan DPR.
Menurutnya, banyak produk DPR yang dibatalkan oleh Aswanto secara sepihak.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh," kata Pacul, Jumat (30/9/2022).
Sementara itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai pemberhentian Aswanto melanggar hukum dan mengganggu independensi peradilan.
Baca juga: Aswanto Dicopot DPR Gara-gara Batalkan UU, Jimly: Hakim MK Bukan Orang DPR
Pasalnya, DPR tidak memiliki wewenang untuk memecat hakim konstitusi. Apalagi alasan utama DPR mengganti Aswanto adalah karena banyak menganulir UU yang dibuat oleh DPR.
"Problem pemberhentian paksa hakim konstitusi Aswanto yang kita tahu ini adalah salah satu bagian dari cara penguasa untuk ganggu independensi peradilan," kata Peneliti PSHK, Agil Oktaryal dalam diskusi media di Jakarta, Senin (3/10/2022).
Menurut Agil, aksi anulir yang dilakukan Aswanto justru bukti bahwa ia melakukan pekerjaannya dengan baik.
Ketika terdapat UU yang tidak sesuai dengan konstitusi negara atau UUD 1945, ia lantas menganulir UU tersebut.
Agil menilai, pemberhentian yang dilakukan DPR kepada Aswanto ini cacat karena tidak memiliki dasar hukum yang membenarkan.
Baca juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan, Mahfud MD Minta PSSI Bertindak Cepat
Pasal 87 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan, hakim konstitusi yang sedang menjabat dan dianggap memenuhi syarat menurut UU, mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun, atau tidak lebih dari 15 tahun selama keseluruhan masa tugasnya.
Ketentuan ini sekaligus menghapus periodisasi jabatan hakim konstitusi. Dalam konteks masa jabatan Aswanto, seharusnya ia mengakhiri masa tugas pada 21 Maret 2029 atau setidaknya hingga 17 Juli 2029 saat genap berusia 70 tahun.
"UU itu pun diperkuat dalam Putusan MK 96/2020 yang menyatakan bahwa pasal 89 itu konstitusional dan bisa diterapkan untuk hakim yang menjabat sekarang," tutur Agil.
Agil menjabarkan, sejatinya pemberhentian hakim konstitusi mempunyai dua jalur, yaitu pemberhetian secara hormat dan secara tidak hormat.
Pemberhentian hormat diberikan ketika hakim konstitusi meninggal dunia, habis masa jabatan karena sudah berusia 70 tahun, meninggal dunia, atau sakit keras berturut-turut selama 3 bulan sehingga tidak bisa melaksanakan kewenangannya.
Baca juga: Ketika Mantan Hakim MK Lawan Balik DPR Usai Aswanto Dicopot
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.