Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aprilianto Satria Pratama
Kepala Divisi Politik dan Otonomi Daerah Swasaba Research Initiative

Peneliti | Political Enthusiast | Kolumnis

Dilema Parpol Baru di Indonesia

Kompas.com - 30/09/2022, 07:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PATRIMONIALISME sebagaimana diketahui merupakan upaya membangun kultur demokrasi elektoral yang masih mengedepankan figur alih-alih diskursus program.

Mestinya, praktiknya sudah harus mulai ditinggalkan oleh negara-negara yang memiliki keinginan untuk menaikkan kualitas demokrasi elektoralnya.

Namun demikian, di Indonesia, patrimonialisme justru masih menjadi senjata utama bagi sebagian besar partai politik (parpol) untuk memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal yang jadi terdengar ironis mengingat Indonesia adalah negara yang sejauh ini tergolong mampu menyelenggarakan demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan secara mapan.

Situasi tersebut lantas mengindikasikan bahwa meski telah mampu mempertahankan eksistensi demokrasinya selama puluhan tahun, namun demikian dinamika elektoral di Indonesia masih memproduksi persoalan.

Memang, di satu sisi, praktik patrimonialisme yang terjadi tidak melanggar kaidah hukum apapun.

Namun demikian, di sisi lainnya, khususnya jika mengingat bahwa Indonesia sudah mampu membangun sistem demokrasinya sampai ke tahap mapan seperti yang bisa dirasakan saat ini, rasa-rasanya, value demokrasi di Indonesia masih bisa didorong untuk tampil ke tingkat yang lebih tinggi.

Pengubahan secara sengaja kondisi terkini demokrasi Indonesia dari patrimonialistik menuju substantif jadi penting.

Menariknya, upaya pengubahan tersebut hampir selalu disambut oleh publik dengan antusias justru di sekitar waktu penyelenggaraan Pemilu.

Boleh jadi, hal tersebut terselenggara karena Pemilu masih terasosiasi secara langsung dengan ide tentang perubahan (change).

Namun demikian, mengingat persoalan yang terjadi sudah terlanjur mengakar sampai jauh ke dalam sistem, perubahan jadi hanya bisa diinisiasi oleh variabel-variabel yang bekerja di luar sistem. Parpol baru kemudian menjadi salah satu dari variabel yang dimaksud tersebut.

Kemungkinan besar, hal tersebut terjadi karena parpol baru diasumsikan masih bisa bekerja dengan mengedepankan ideologi.

Dampaknya, parpol baru jadi mendapat kepercayaan untuk memperbarui dinamika elektoral yang sedang dan terus terjadi. Khususnya mengubah warna determinan demokrasi elektoral Indonesia, dari yang sebelumnya figure oriented menjadi program oriented.

Dilema parpol baru

Patrimonialisme, alias patron dan klien yang telah mampu menunjukkan kombinasinya sampai ke tahap sistem, sebetulnya berbahaya karena jelas-jelas mengerdilkan peran program (dan di saat bersamaan mendambakan figur secara berlebihan) dalam mendefinisikan kekuasaan.

Padahal, parpol secara substantif adalah representasi dari seluruh lapisan masyarakat sehingga mestinya cara kerja programatiklah yang lebih dominan mewarnai dinamika elektoral suatu negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com