DALAM sidang paripurna pada 20 September 2022, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menjadi UU PDP.
Yang menarik, pada hari RUU PDP disahkan, media massa memberitakan bahwa si peretas siber atas nama Bjorka menghilang dari peredaran.
Tentu saja, kejadian itu tak bisa dimaknai bahwa UU PDP sangat ‘sakti’ untuk membungkam peretas siber dan aksi manipulasi data pribadi melalui teknologi digital.
Pasalnya, ‘perlawanan’ atas kejahatan siber tak cukup melalui pendekatan hukum saja, melainkan harus dilakukan lewat pendekatan yang beragam dan secara berkelanjutan.
Paling tidak, praktik terbaik untuk mengurangi risiko keamanan siber adalah pendekatan tiga cabang, yaitu: Manusia, Lingkungan, dan Teknologi (Abu Bakar, Hlb.global, 2022).
Sebelum mendiskusikan soal stategi membentengi serangan siber, satu pertanyaan yang cukup menggelitik benak penulis adalah: “Mengapa Indonesia selalu menjadi incaran para peretas siber atau hacker?”
Dan, mengapa data pribadi warga Indonesia sangat rentan terhadap aksi manipulatif melalui perangkat digital?
Jawaban awal yang bisa dikemukakan adalah karena sekarang ini orang Indonesia sudah berada di ruang siber. Mereka saling terhubung menggunakan jaringan internet untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari.
Tampaknya, fenomena tersebut tak bisa lepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang semakin ‘gemuk’ dan diprediksi akan terus menjadi besar.
Wellington Capital Advisory (WCA) Team (29 Agustus 2021), misalnya, memperkirakan Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 setelah India, China, dan Amerika Serikat, dengan PDB 10,1 triliun dollar AS pada 2030, naik dari 3,2 triliun dollar AS pada tahun 2017.
Menurut WCA Team, untuk menjadi pemain global nomor empat, Indonesia membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur digital. Sebab, sejumlah studi membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi digital, terutama di lingkungan usaha mikro-kecil dan menengah (UMKM) dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahunan negara sebesar dua persen.
Indonesia sangat gencar membangun infrastruktur digital sehingga penggunaan internet meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Simon Kemp, peneliti dari Datareportal menyebukan per Januari 2022, ada 204,7 juta pengguna internet di Indonesia, dengan tingkat penetrasi internet mencapai 73,7 persen dari total populasi.
Namun, sayangnya kemajuan pesat teknologi digital Indonesia tidak dibarengi dengan sistem pengamanan siber yang kuat sehingga selalu menjadi target serangan siber.
Sebagai gambaran, antara tahun 2007 dan Agustus 2022, ratusan juta data pribadi dan data perusahaan Indonesia telah dicuri dan dijual di pasar gelap siber